LfzVJj0YR3boMK1tn4hfkSI1wQKdumXVIf1BgRbR
Bookmark

Kitab Faraidl Dan Wasiat

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Bismillahirrahmanirrahim

""Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang""
  • Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qorib (Fath Al-Qarib)
  • Syarh dari: Kitab Matan Taqrib Abu Syujak
  • Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar
  • Pengarang: Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili Abu Abdillah Syamsuddin
  • Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i
(فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصا)

قال المصنف رحمه الله تعالى ونفعنا به وبعلومه في الدارين أمين

Jangan lupa ikuti terus blog ini, Kali ini kita akan membahas  Faraidl Dan Wasiat

وَالْفَرَائِضُ جَمْعُ فَرِيْضَة ٍبِمَعْنَى مَفْرُوْضَةٍ مِنَ الْفَرْضِ بِمَعْنَى التَّقْدِيْرِ

Lafadz “al fara’id” adalah bentuk kalimat jama’ dari lafardz “faridlah” dengan menggunakan makna faladz “mafrudlah” yang diambil dari bentuk kalimat masdar “al fardl” dengan menggunakan makna bagian pasti.

وَالْفَرِيْضَةُ شَرْعًا اسْمُ نَصِيْبٍ مُقَدَّرٍ لِمُسْتَحِقِّهِ
Al faridlah secara syara’ adalah nama bagian pasti bagi orang yang menghakinya.

وَالْوَصَايَا جَمْعُ وَصِيَّةٍ مِنْ وَصَّيْتُ الشَّيْئَ بِالشَّيْئِ إِذَا وَصَلْتُهُ بِهِ
Lafadz “al washaya” adalah bentuk kalimat jama’ lafadz “washiyyah” dari kata-kata “aku menyambung sesuatu dengan sesuatu yang lain ketika aku menyambungnya dengan sesuatu yang lain tersebut”.

وَالْوَصِيَّةُ شَرْعًا تَبَرُّعٌ بِحَقٍّ مُضَافٌ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ. 
Wasiat secara syara’ adalah bersedekah sunnah dengan suatu hak yang disandarkan pada masa setelah meninggal dunia.

Golongan Ahli Waris Laki-Laki

(وَالْوَارِثُوْنَ مِنَ الرِّجَالِ) الْمُجْمَعِ عَلَى إِرْثِهِمْ (عَشْرَةٌ) بِالْاِخْتِصَارِ وَبِالْبَسْطِ خَمْسَةَ عَشَرَ
Golongan ahli waris dari pihak laki-laki yang disepati berhak menerima warisan ada sepuluh orang secara ringkas, dan lima belas orang secara terperinci.

وَعَدَّ الْمُصَنِّفُ الْعَشْرَةَ بِقَوْلِهِ (الاِبْنُ وَابْنُ الْاِبْنِ وَإِنْ سَفُلَ وَالْأَبُّ وَالْجَدُّ وَإِنْ عَلَا وَالْأَخُ وَابْنُ الْلأَخِ وَإِنْ تَرَاخَى وَالْعَمُّ وَابْنُ الْعَمِّ وَإِنْ تَبَاعَدَا وَالزَّوْجُ وَالْمَوْلَى الْمُعْتِقُ)
Mushannif menyebutkan sepuluh orang tersebut dengan perkataan beliau, “yaitu anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki terus hingga ke bawah, ayah, kakek hingga terus ke atas, saudara laki-laki, putra dari saudara laki-laki walaupun agak jauh, paman dari ayah, putra paman dari ayah walaupun jarak keduanya jauh, suami, dan majikan yang telah memerdekakan.

وَلَوِ اجْتَمَعَ  كُلُّ الرِّجَالِ وَرَثَ مِنْهُمْ ثَلَاثَةٌ الْأَبُّ وَالْاِبْنُ وَالزَّوْجُ فَقَطْ
Seandainya semua golongan laki-laki ini berkumpul, maka yang mendapatkan warisan dari mereka hanya tiga orang, yaitu ayah, anak laki-laki dan suami.

وَلَا يَكُوْنُ الْمَيِّتُ فِيْ هَذِهِ الصُّوْرَةِ إِلَّا امْرَأَةً.
Mayat dalam kasus ini tidak lain adalah mayat perempuan.

Golongan Ahli Waris Perempuan

(وَالْوَارِثَاتُ مِنَ النِّسَاءِ) الْمُجْمَعِ عَلَى إِرْثِهِنَّ (سَبْعٌ) بِالْاِخْتِصَارِ وَبِالْبَسْطِ عَشْرَةٌ
Golongan ahli waris dari pihak perempuan yang disepakati berhak mendapat warisan ada tujuh orang secara ringkas, dan sepuluh orang secara terperinci.

وَعَدَّ الْمُصَنِّفُ السَّبْعَ فِيْ قَوْلِهِ (الْبِنْتُ وَبِنْتُ الْاِبْنِ) وَإِنْ سَفُلَتْ (وَالْأُمُّ وَالْجَدَّةُ) وَإِنْ عَلَتْ (وَالْأُخْتُ وَالزَّوْجَةُ وَالْمَوْلَاةُ الْمُعْتِقَةُ) الخ
Mushannif menyebutkan ketujuh golongan tersebut di dalam perkataan beliau, “yaitu anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki walaupun hingga ke bawah, ibu, nenek walaupun hingga ke atas, saudara perempuan, istri, dan majikan perempuan yang memerdekan” hingga akhir penjelasan beliau.

وَلَوِ اجْتَمَعَ كُلُّ النِّسَاءِ فَقَطْ وَرَثَ مِنْهُنَّ خَمْسٌ الْبِنْتُ وَبِنْتُ الْاِبْنِ وَالْأُمُّ وَالزَّوْجَةُ وَالْأُخْتُ الشَّقِيْقَةُ
Seandainya seluruh golongan perempuan saja yang berkumpul, maka yang mendapat warisan dari mereka hanya lima orang, yaitu anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, istri dan saudara perempuan seibu sebapak.

وَلَا يَكُوْنُ الْمَيِّتُ فِيْ هَذِهِ الصُّوْرَةِ إِلَّا رَجُلًا
Mayat dalam bentuk ini tidak lain kecuali berupa mayat laki-laki.

Orang Yang Pasti Mendapatkan Warisan

(وَمَنْ لَا يَسْقُطُ) مِنَ الْوَرَثَةِ (بِحَالٍ خَمْسَةٌ الزَّوْجَانِ) أَيِ الزَّوْجُ وَالزَّوْجَةُ (وَالْأَبَوَانِ) أَيِ الْأَبُّ وَالْأُمُّ (وَوَلَدُ الصُّلْبِ) ذَكَرًا كَانَ أَوْ أُنْثَى.
Golongan ahli waris yang tidak akan pernah gugur dalam berbagai keadaan ada lima orang, yaitu zaujain maksudnya suami dan istri, abawain maksudnya ayah dan ibu, dan putra kandung, baik laki-laki atau perempuan.

Yang Tidak Bisa Mewaris

(وَمَنْ لَا يَرِثُ بِحَالٍ سَبْعَةٌ الْعَبْدُ) وَالْأَمَّةُ
Orang yang sama sekali tidak bisa mendapat warisan dalam berbagai keadaan ada tujuh, yaitu budak laki-laki dan perempuan.

وَلَوْ عَبَّرَ بِالرَّقِيْقِ لَكَانَ أَوْلَى
Seandainya mushannif menggungkapkan dengan bahasa “raqiq”, niscaya akan lebih baik.

(وَالْمُدَبَّرُ وَأُمُّ الْوَلَدِ وَالْمُكَاتَبُ)
Selanjutnya budak mudabbar, ummul walad, dan budak mukatab.

وَأَمَّا الَّذِيْ بَعْضُهُ حُرٌّ إِذَا مَاتَ عَنْ مَالٍ مَلَكَهُ بِبَعْضِهِ الْحُرِّ وَرَثَهُ قَرِيْبُهُ الْحُرُّ وَزَوْجَتُهُ وَمُعْتِقُ بَعْضِهِ
Adapun budak yang sebagiannya distatuskan merdeka, ketika meninggal dunia dan meninggalkan harta yang ia miliki dengan status merdeka pada sebagian dari dirinya, maka ia akan diwaris oleh kerabatnya yang merdeka, istrinya dan orang yang memerdekakan sebagian dirinya.

(وَالْقَاتِلُ) لَا يَرِثُ مِمَنْ قَتَلَهُ سَوَاءٌ كَانَ قَتْلُهُ مَضْمُوْنًا أَمْ لَا
Dan orang yang membunuh. Seorang pembunuh tidak bisa mewaris orang yang ia bunuh, baik pembunuhan yang ia lakukan mendapatkan denda ataupun tidak.

(وَالْمُرْتَدُ) وَمِثْلُهُ الْزِنْدِيْقُ وَهُوَ مَنْ يُخْفِيْ الْكُفْرَ وَيُظْهِرُ الْإِسْلَامَ
Dan orang murtad. Seperti orang murtad adalah orang kafir zindiq. Kafir zindiq adalah orang yang menyebunyikan kekafirannya dan memperlihatkan keislamannya.

(وَأَهْلُ مِلَّتَيْنِ) فَلَا يَرِثُ مُسْلِمٌ مِنْ كَافِرٍ وَلَا عَكْسُهُ
Dan penganut dua agama yang berbeda. Sehingga orang muslim tidak bisa mewaris orang kafir, dan juga tidak bisa sebaliknya.

وَيَرِثُ الْكَافِرُ مِنَ الْكَافِرِ وَإِنِ اخْتَلَفَتْ مِلَّتُهُمَا كَيَهُوْدِي وَنَصْرَانِي
Orang kafir bisa mendapat warisan dari orang kafir yang lain walaupun agama keduanya berbeda seperti orang yahudi dan orang nashrani.

وَلَا يَرِثُ حَرْبِيٌّ مِنْ ذِمِيٍّ وَعَكْسُهُ
Orang kafir harbi tidak bisa mewaris orang kafir dzimmi, dan tidak juga sebaliknya.

وَالْمُرْتَدُّ لَا يَرِثُ مِنْ مُرْتَدٍّ وَلَا مِنْ مُسْلِمٍ وَلَا مِنْ كَافِرٍ.
Orang murtad tidak bisa mewaris orang murtad yang lain, tidak dari orang muslim dan tidak dari orang kafir.

Waris Ashabah

(وَأَقْرَبُ الْعَصَبَاتِ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَالْعَصَبَةُ
Dan golongan waris ashabah yang terdekat. Dalam sebagian redaksi menggunakan kalimat mufrad “al ashabah”.

وَأُرِيْدَ بِهَا مَنْ لَيْسَ لَهُ حَالَ تَعْصِيْبِهِ سَهْمٌ مُقَدَّرٌ مِنَ الْمُجْمَعِ عَلَى تَوْرِيْثِهِمْ وَسَبَقَ بَيَانُهُمْ
Yang dikehendaki dengan golongan waris ashabah adalah orang yang ketika dalam keadaan diashabahkan tidak memiliki bagian pasti, yaitu dari orang-orang yang disepakati berhak mendapat warisan dan telah dijelaskan di depan.

وَإِنَّمَا اعْتُبِرَ السَّهْمُ حَالَ التَّعْصِيْبِ لِيَدْخُلَ الْأَبُّ وَالْجَدُّ فَإِنَّ لِكُلٍّ مِنْهُمَا سَهْمًا مُقَدَّرًا فِيْ غَيْرِ التَّعْصِيْبِ
Yang dipertimbangkan adalah bagian ketika dalam keadaan ashabah agar memasukkan ayah dan kakek. Karena sesungguhnya masing-masing dari keduanya memiliki bagian pasti di selain keadaan ashabah.

ثُمَّ عَدَّ الْمُصَنِّفُ الْأَقْرَبِيَّةَ فِيْ قَوْلِهِ (الْاِبْنُ ثُمُّ ابْنُهُ ثُمَّ الْأَبُّ ثُمَّ أَبُوْهُ ثُمَّ الْأَخُّ لِلْأَبِّ وَلِلْأُمِّ ثُمَّ الْأَخُّ لِلْأَبِّ ثُمَّ ابْنُ الْأَخِ لِلْأَبِّ وَلِأُمٍّ ثُمَّ ابْنُ الْأَخِّ لِلْأَبِّ) الخ
Kemudian mushannif menghitung / menampilkan urutan terdekat di dalam perkataan beliau, “yaitu anak laki-laki, lalu cucu laki-laki dari anak laki-laki, kemudian ayah, ayahnya ayah, saudara laki-laki kandung seayah dan seibu, saudara laki-laki seayah, anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah seibu, kemudian anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah”, hingga akhir penjelasannya.

وَقَوْلُهُ. (ثُمَّ الْعَمُّ عَلَى هَذَا التَّرْتِيْبِ ثُمَّ ابْنُهُ) أَيْ فَيُقَدَّمُ الْعَمُّ لِلْأَبَوَيْنِ ثُمَّ لِلْأَبِّ ثُمَّ بَنُوْ الْعَمِّ كَذَلِكَ ثُمَّ يُقَدَّمُ عَمُّ الْأَبِّ مِنَ الْأَبَوَيْنِ ثُمَّ مِنَ الْأَبِّ ثُمَّ بَنُوْهُمَا كَذَلِكَ ثُمَّ يُقَدَّمُ عَمُّ الْجَدِّ مِنَ الْأَبَوَيْنِ ثُمَّ مِنَ الْأَبِّ وَهَكَذَا 
Perkataan mushannif, “kemudian paman dari ayah sesuai dengan urutan ini, lalu anak laki-lakinya” maksudnya, kemudian didahulukan paman dari ayah yang seayah seibu, lalu paman dari ayah yang seayah, anak-anak laki-lakinya paman dari ayah sesuai dengan urutan di atas, lalu didahulukan pamannya ayah dari jalurnya kakek yang seayah seibu dengan ayah, kemudian yang seayah, lalu anak-anak laki-laki keduanya sesuai dengan urutan di atas, kemudian didahulukan pamannya kakek dari jalur ayahnya kakek yang seayah seibu, lalu yang seayah dan begitu seterusnya.

(فَإِذَا عُدِمَتِ الْعَصَبَاتُ) مِنَ النَّسَبِ وَالْمَيِّتُ عَتِيْقٌ (فَالْمَوْلَى الْمُعْتِقُ) يَرِثُهُ بِالْعُصُوْبَةِ ذَكَرًا كَانَ الْمُعْتِقُ أَوْ أُنْثَى
Ketika golongan ahli waris ashabah dari jalur nasab tidak ada, sedangkan mayatnya adalah budak yang telah dimerdekakan, maka majikan yang telah memerdekakannya mendapat warisan dari dia dengan waris ashabah, baik majikan yang memerdekakan tersebut laki-laki atau perempuan.

فَإِنْ لَمْ يُوْجَدْ لِلْمَيِّتِ عَصَبَةٌ بِالنَّسَبِ وَلَا عَصَبَةٌ بِالْوَلَاءِ فَمَالُهُ لِبَيْتِ الْمَالِ.
Jika tidak ditemukan ahli waris ashabah si mayat dari jalur nasab dan sebab wala’, maka harta tinggalan si mayit menjadi milik baitul mal.
(فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْوَصِيَّةِ
 (Fasal) menjelaskan hukum-hukum wasiat.

وَسَبَقَ مَعْنَاهَا لُغَةً وَشَرْعًا أَوَائِلَ كِتَابِ الْفَرَائِضِ
Makna wasiat secara bahasa dan syara’ telah dijelaskan diawal-awal kitab “FARAIDL”.

Syarat Barang Yang Diwasiatkan

وَلَايُشْتَرَطُ فِيْ الْمُوْصَى بِهِ أَنْ يَكُوْنَ مَعْلُوْمًا وَمَوْجُوْدًا
Barang yang diwasiatkan tidak disyaratkan harus ma’lum dan sudah wujud.

(وَ) حِيْنَئِذٍ (تَجُوْزُ الْوَصِيَّةُ بِالْمَعْلُوْمِ وَالْمَجْهُوْلِ) كَاللَّبَنِ فِيْ الضَّرْعِ
Dengan demikian, maka boleh wasiat dengan barang yang ma’lum dan barang yang majhul seperti air susu yang masih berada di kantong susu binatang.

(وَبِالْمَوْجُوْدِ وَالْمَعْدُوْمِ) كَالْوَصِيَّةِ بِتَمْرِ هَذِهِ الشَّجَرَةِ قَبْلَ وُجُوْدِ الثَّمْرَةِ
Dan -wasiat- dengan barang yang sudah wujud atau belum wujud seperti wasiat kurma kering dari pohon ini sebelum wujud buahnya.

Wasiat Dari Sepertiga

(وَهِيَ) أَيِ الْوَصِيَّةُ (مِنَ الثُّلُثِ) أَيْ ثُلُثِ مَالِ الْمُوْصِيْ
Wasit diambilkan dari sepertiga harta orang yang berwasiat.

(فَإِنْ زَادَ) عَلَى الثُّلُثِ (وُقِفَ) الزَّائِدُ (عَلَى إِجَازَةِ الْوَرَثَةِ) الْمُطْلَقِيْ التَّصَرُّفِ
Sehingga, jika lebih dari sepertiganya, maka yang lebih tergantung pada persetujuan ahli waris yang mutlak tasharrufnya.

فَإِنْ أَجَازُوْا فَإِجَازَتُهُمْ تَنْفِيْذٌ لْلْوَصِيَّةِ بِالزَّائِدِ
Jika mereka setuju, maka persetujuan mereka adalah bentuk realisasi wasiat dengan harta yang lebih dari sepertiga.

وَإِنْ رَدُّوْهُ بَطَلَتْ فِيْ الزَّائِدِ
Jika mereka menolak, maka hukum wasiat menjadi batal pada bagian yang lebih dari sepertiga.

(وَلَا تَجُوْزُ الْوَصِيَّةُ لِوَارِثٍ) وَإِنْ كَانَتْ بِبَعْضِ الثُّلُثِ (إِلَّا أَنْ يُجِيْزَهَا بِاقِيْ الْوَرَثَةِ) الْمُطْلَقِيْ التَّصَرُّفِ
Tidak diperkenankan wasiat pada ahli waris walaupun diambil dari sebagian sepertiga dari harta orang yang berwasiat, kecuali jika ahli waris yang lain yang mutlak tasharruf setuju.

Syarat Orang Yang Wasiat

وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ شَرْطَ الْمُوْصِيْ فِيْ قَوْلِهِ:
Mushannif menjelaskan syarat orang wasiat di dalam perkataan beliau,

(وَتَصِحُّ)  وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَتَجُوْزُ (الْوَصِيَّةُ مِنْ كُلِّ بَالِغٍ عَاقِلٍ) أَيْ مُخْتَارٍ حُرٍّ وَإِنْ كَانَ كَافِرًا أَوْ مَحْجُوْرًا عَلَيْهِ بِسَفَهٍ
Hukumnya sah, dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa “hukumnya diperbolehkan”, wasiat setiap orang yang baligh dan yang berakal, maksudnya orang yang berkendak sendiri yang merdeka, walaupun orang kafir atau orang yang mahjur alaih sebab safih.

فَلَا تَصِحُّ وَصِيَّةُ مَجْنُوْنٍ وَمُغْمَى عَلَيْهِ وَصَبِيٍّ وَمُكْرَهٍ
Sehingga tidak sah wasiat yang dilakukan orang gila, mughma alaih (epilepsi), anak kecil dan yang dipaksa.

Syarat Orang Yang Diberi Wasiat

وَذَكَرَ شَرْطَ الْمُوْصَى لَهُ إِذَا كَانَ مُعَيَّنًا فِيْ قَوْلِهِ (لِكُلِّ مُتَمَلِّكٍ) أَيْ لِكُلِّ مَنْ يُتَصَوَّرُ لَهُ الْمِلْكُ
Mushannif menyebutkan syarat orang diberi wasiat ketika ditentukan di dalam perkataan beliau, “ -wasiat hukumnya sah- pada orang yang bisa menerima kepemilikan”, maksudnya setiap orang yang bisa untuk memiliki.

مِنْ صَغِيْرٍ وَكَبِيْرٍ وَكَامِلٍ وَمَجْنُوْنٍ وَحَمْلٍ مَوْجُوْدٍ عِنْدَ الْوَصِيَّةِ بِأَنْ يَنْفَصِلَ لِأَقَلِّ مِنْ سِتَّةِ أَشْهُرٍ مِنْ وَقْتِ الْوَصِيَّةِ
Baik anak kecil, orang besar, sempurna akalnya, gila, dan janin yang sudah wujud saat terjadi wasiat dengan arti bayi itu lahir kurang dari enam bulan setelah waktu wasiat.

وَخَرَجَ بِمُعَيَّنٍ مَا إِذَا كَانَ الْمُوْصَى لَهُ جِهَّةً عَامَّةً
Dengan keterangan “orang yang tertentu”, mengecualikan permasalahan ketika yang diberi wasiat adalah jihah ‘ammah (tujuan yang umum).

فَإِنَّ الشَّرْطَ فِيْ هَذَا أَنْ لَا تَكُوْنَ الْوَصِيَّةُ جِهَةَ مَعْصِيَّةٍ كَعِمَارَةِ كَنِيْسَةٍ مِنْ مُسْلِمٍ أَوْ كَافِرٍ لِلتَّعَبُّدِ فِيْهَا
Sehingga, sesungguhnya syarat dalam permasalahan ini adalah wasiat tidak pada jalur maksiat seperti membangun gereja dari orang islam atau kafir karena untuk beribadah di sana.

(وَ) تَصِحُّ الْوَصِيَّةُ (فِيْ سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى) وَتُصْرَفُ لِلْغُزَّاةِ
Hukumnya sah wasiat di jalan Allah Swt, dan ditasharrufkan kepada orang-orang yang berperang.

وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ بَدَلَ سَبِيْلِ اللهِ وَفِيْ سَبِيْلِ البِرِّ أَيْ كَالْوَصِيَّةِ لِلْفُقَرَاءِ أَوْ لِبِنَاءِ مَسْجِدٍ.                               
Dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa “fi sabilil bir” sebagai ganti “sabilillah”, maksudnya seperti wasiat untuk orang-orang faqir, atau membangun masjid.

Al Isha’ (Mewasiatkan)

(وَتَصِحُّ الْوَصِيَّةُ) أَيِ الْإِيْصَاءُ بِقَضَاءِ الدُّيُوْنِ وَتَنْفِيْذِ الْوَصَايَا وَالنَّظَرِ فِيْ أَمْرِ الْأَطْفَالِ (إِلَى مَنْ) أَيْ شَخْصٍ (اجْتَمَعَتْ فِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ
Dan hukumnya sah wasiat, maksudnya berwasiat untuk melunasi hutang, melaksanakan wasiat, dan mengurus urusan anak-anak kecil, pada orang yang memiliki lima sifat.

الْإِسْلَامُ وَالْبُلُوْغُ وَالْعَقْلُ وَالْحُرِّيَةُ وَالْأَمَانَةُ)
Islam, baligh, berakal, merdeka, dapat dipercaya.

وَاكْتَفَى بِهَا الْمُصَنِّفُ عَنِ الْعَدَالَةِ فَلَا يَصِحُّ الْإِيْصَاءُ لِأَضْدَادِ مَنْ ذُكِرَ
mushannif mencukupkan dari syarat “adil” Dengan bahasa “amanah”. Sehingga tidak sah mewasiatkan kepada orang yang memiliki sifat-sifat bertolak belakang dengan orang yang telah disebutkan.

لَكِنِ الْأَصَحُّ جَوَازُ وَصِيَّةِ ذِمِّيٍّ إِلَى ذِمِّيٍ عَدْلٍ فِيْ دِيْنِهِ عَلَى أَوْلَادِ الْكُفَّارِ
Akan tetapi menurut pendapat al ashah hukumnya jawaz / sah wasiat kafir dzimmi pada kafir dzimmi yang adil di dalam agamanya untuk mengurusi anak-anak orang kafir.

وَيُشْتَرَطُ أَيْضًا فِيْ الْوَصِيِّ أَنْ لَا يَكُوْنَ عَاجِزًا عَنِ التَّصَرُّفِ
Orang yang diwasiati juga disyaratkan harus mampu untuk mentasharrufkan.

فَالْعَاجِزُ عَنْهُ لِكِبَرٍ أَوْ هَرَمٍ مَثَلًا لَا يَصِحُّ الْإِيْصَاءُ إِلَيْهِ
Sehingga orang yang tidak mampu untuk tasharruf sebab terlalu tua atau pikun semisal, maka tidak sah berwasiat padanya.

وَإِذَا اجْتَمَعَتْ فِيْ أُمِّ طِفْلٍ الشَّرَائِطُ الْمَذْكُوْرَةُ فَهِيَ أَوْلَى مِنْ غَيْرِهَا.
Ketika syarat-syarat tersebut terkumpul pada ibu si anak kecil, maka ia lebih berhak / lebih utama daripada yang lainnya.

Keterangan dari Kitab Kifayatul Akhyar 

كتاب كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار

الْفَرَائِض جمع فَرِيضَة مَأْخُوذَة من الْفَرْض وَهُوَ التَّقْدِير قَالَ الله تَعَالَى {فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ} أَي قدرتم هَذَا فِي اللُّغَة
وَأما فِي الشَّرْع فالفرض نصيب مُقَدّر شرعا لمستحقه وَكَانُوا فِي الْجَاهِلِيَّة يورثون الرِّجَال دون النِّسَاء والكبار دون الصغار وبالحلف فنسخ الله تَعَالَى ذَلِك وَكَذَا كَانَت الْمَوَارِيث فِي ابْتِدَاء الْإِسْلَام فنسخت فَلَمَّا نزلت آيَات النِّسَاء قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم ((إِن الله عز وَجل قد أعْطى كل ذِي حق حَقه أَلا لَا وَصِيَّة لوَارث)) واشتهر من الصَّحَابَة فِي علم الْفَرَائِض أَرْبَعَة عَليّ وَابْن عَبَّاس وَابْن مَسْعُود وَزيد رَضِي الله عَنْهُم أَجْمَعِينَ وَاخْتَارَ الشَّافِعِي رَضِي الله عَنهُ مَذْهَب زيد رَضِي الله عَنهُ لقَوْله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم ((أفرضكم زيد)) وَلِأَنَّهُ أقرب إِلَى الْقيَاس وَمعنى اخْتِيَاره لمَذْهَب زيد أَنه نظر فِي أدلته فَوَجَدَهَا مُسْتَقِيمَة فَعمل بهَا لَا أَنه قَلّدهُ وَالله أعلم قَالَ
بَاب الْوَارِثين
(والوارثون من الرِّجَال عشرَة الابْن وَابْن لِابْنِ وَإِن سفل وَالْأَب وَالْجد وَإِن علا وَالْأَخ وَابْن الْأَخ وَإِن تراخيا وَالْعم وَابْن الْعم وَإِن تباعدا وَالزَّوْج وَالْمولى الْمُعْتق والوارثات من النِّسَاء سبع الْبِنْت وَبنت الابْن وَالأُم وَالْجدّة وَالْأُخْت وَالزَّوْجَة والمولاة الْمُعتقَة)
وَالْوَرَثَة قد يكونُونَ مختلطين وَقد يكونُونَ متميزين فَبَدَأَ الشَّيْخ بِنَوْع المتميزين فَقَالَ والوارثون من الرِّجَال وعدهم وَلِلنَّاسِ فِي عدهم طَرِيقَانِ طَرِيق الإيجاز وَهُوَ الَّذِي ذكره الشَّيْخ وَمِنْهُم من يعدهم على سَبِيل الْبسط فَيَقُول الوارثون من الرِّجَال خَمْسَة عشر الابْن وَابْن الابْن وَإِن سفل وَالْأَب وَالْجد وَإِن علا وَالْأَخ من الْأَبَوَيْنِ وَالْأَخ من الْأَب وَالْأَخ من الْأُم وَابْن الْأَخ من الْأَبَوَيْنِ وَابْن الْأَخ من الْأَب وَالْعم لِلْأَبَوَيْنِ وَالْعم لأَب وَابْن الْعم لِلْأَبَوَيْنِ وَابْن الْعم للْأَب وَالزَّوْج وَالْمُعتق وَهَؤُلَاء مجمع على توريثهم وَالْمرَاد بالجد أَبُو الْأَب وَإِذا اجْتَمعُوا لم يَرث مِنْهُم إِلَّا ثَلَاثَة الْأَب وَالِابْن وَالزَّوْج
وَأما النِّسَاء فالوارثات مِنْهُنَّ سبع الْبِنْت وَبنت الابْن إِلَى آخِره وَمَا ذكره على سَبِيل الإيجاز وَأما على سَبِيل الْبسط فعشرة الْبِنْت وَبنت الابْن وَإِن سفلت وَالأُم وَالْجدّة للْأَب وَالْجدّة للْأُم وَإِن علتا وَالْأُخْت لِلْأَبَوَيْنِ وَالْأُخْت للْأَب وَالْأُخْت للْأُم وَالزَّوْجَة والمعتقة وَهَؤُلَاء أَيْضا مجمع على توريثهم وَإِذا اجْتَمعْنَ جَمِيعهنَّ لم يَرث مِنْهُنَّ إِلَّا خَمْسَة الزَّوْجَة وَالْبِنْت وَبنت الابْن وَالأُم وَالْأُخْت من الْأَبَوَيْنِ وَإِذا اجْتمع من يُمكن اجتماعه من الصِّنْفَيْنِ أَعنِي الرِّجَال وَالنِّسَاء ورث الأبوان وَالِابْن وَالْبِنْت وَمن يُوجد من الزَّوْجَيْنِ وَالدَّلِيل على أَن من ذكرنَا وَارِث الاجماع كَمَا مر والنصوص الْآتِيَة وَالدَّلِيل على عدم تَوْرِيث غَيرهم التَّمَسُّك بِالْأَصْلِ
وَاعْلَم أَن كل من انْفَرد من الرِّجَال حَاز جَمِيع التَّرِكَة إِلَّا الزَّوْج وَالْأَخ للْأُم وَمن انْفَرَدت من النِّسَاء لم تحز جَمِيع التَّرِكَة إِلَّا من كَانَ لَهَا الْوَلَاء وَالله أعلم قَالَ
(وَمن لَا يسْقط بِحَال خَمْسَة الزَّوْجَانِ والأبوان وَولد الصلب)
اعْلَم أَن الْحجب نَوْعَانِ حجب نُقْصَان كحجب الْوَلَد للزَّوْج من النّصْف إِلَى الرّبع وَالزَّوْجَة من الرّبع إِلَى الثّمن وَالأُم من الثُّلُث إِلَى السُّدس وحجب حرمَان ثمَّ الْوَرَثَة قِسْمَانِ قسم لَيْسَ بَينهم وَبَين الْمَيِّت وَاسِطَة وهم الزَّوْجَانِ والأبوان وَالْأَوْلَاد فَهَؤُلَاءِ لَا يحجبهم أحد لعدم الْوَاسِطَة بَينهم وَبَين الْمَيِّت وَالله أعلم قَالَ
(وَمن لَا يَرث بِحَال سَبْعَة العَبْد وَالْمُدبر وَأم الْوَلَد وَالْمكَاتب وَالْقَاتِل وَالْمُرْتَدّ وَأهل الملتين)
اعْلَم أَن الْإِرْث يمْتَنع بِأَسْبَاب مِنْهَا الرّقّ فَلَا يَرث الرَّقِيق لِأَنَّهُ لَو ورث لَكَانَ الْمَوْرُوث لسَيِّده وَالسَّيِّد أَجْنَبِي من الْمَيِّت فَلَا يُمكن توريثه وكما لَا يَرث لَا يُورث لِأَنَّهُ ملك لَهُ كَمَا قَالَ الله تَعَالَى {عَبْداً مَمْلُوكاً لَا يَقْدِرُ عَلَى شَيْءٍ} وَسَوَاء فِي ذَلِك الْمُدبر وَالْمكَاتب وَأم الْوَلَد لوُجُود الرّقّ وَفِي الْمبعض خلاف الصَّحِيح وَنَصّ عَلَيْهِ الشَّافِعِي وَقطع بِهِ الْجُمْهُور أَنه لَا يَرث لِأَنَّهُ لَو ورث لَكَانَ بعض المَال لمَالِك الْبَاقِي وَهُوَ أَجْنَبِي عَن الْمَيِّت وَقَالَ الْمُزنِيّ وَابْن سُرَيج يَرث بِقدر مَا فِيهِ من الْحُرِّيَّة وَهل يُورث قَولَانِ الْأَظْهر نعم وَهُوَ الْجَدِيد لِأَنَّهُ تَامّ الْملك فعلى هَذَا يُورث عَنهُ جَمِيع مَا جمعه بِنصفِهِ الْحر وَالله أعلم
وَمن الْأَسْبَاب الْمَانِعَة للإرث الْقَتْل فَلَا يَرث الْقَاتِل سَوَاء قتل بِمُبَاشَرَة أَو بِسَبَب وَسَوَاء كَانَ الْقَتْل مَضْمُونا بِالْقصاصِ أَو الدِّيَة أَو الْكَفَّارَة أَو غير مَضْمُون ألبته كوقوع عَن حد أَو قصاص سَوَاء صدر عَن مُكَلّف أَو من غَيره كَالصَّبِيِّ وَالْمَجْنُون أم لَا وَسَوَاء كَانَ الْقَاتِل مُخْتَارًا أَو مكْرها لعُمُوم قَوْله عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَام ((لَيْسَ للْقَاتِل مِيرَاث)) وَلقَوْله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم ((لَا يَرث الْقَاتِل من الْمَقْتُول شَيْئا)) وَفِي رِوَايَة ((لَيْسَ للْقَاتِل من الْمِيرَاث شي)) ء وَأما الْمُرْتَد فَلَا يَرث وَلَا يُورث وَمَا لَهُ فَيْء وَعَن أبي بردة رَضِي الله عَنهُ قَالَ ((بَعَثَنِي رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم إِلَى رجل عرس بِامْرَأَة أَبِيه فَأمرنِي أَن أضْرب عُنُقه وأخمس مَاله وَكَانَ مُرْتَدا)) لِأَنَّهُ اسْتحلَّ ذَلِك وَلَا فرق فِي الْمُرْتَد بَين الْمُعْلن والزنديق وَهُوَ الَّذِي يتجمل بِالْإِسْلَامِ ويخفي الْكفْر كَذَا فسره الرَّافِعِيّ هُنَا قَالَ ابْن الرّفْعَة وَكَونه لَا يَرث وَلَا يُورث مَحَله إِذا مَاتَ على الرِّدَّة فَإِن عَاد إِلَى الْإِسْلَام تَبينا إِرْثه وَمَا قَالَه سَهْو وَقد صرح أَبُو مَنْصُور بِالْمَسْأَلَة وَحكى بِالْإِجْمَاع على عدم إِرْثه فِي هَذِه الْحَالة وَوَجهه أَنه كَانَ كَافِرًا فِي تِلْكَ الْحَالة حَقِيقَة وَهُوَ غير مقرّ على الْكفْر وَالْإِسْلَام إِنَّمَا حدث بعد ذَلِك وَفِي توريثه مصادمة للنصوص الْمَانِعَة لَهُ من التوريث وَالله أعل وَقَوله وَأهل الملتين يشْتَمل على صور مِنْهَا أَنه لَا يَرث الْمُسلم الْكَافِر وَعَكسه لاخْتِلَاف الملتين قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم ((لَا يَرث الْمُسلم الْكَافِر وَلَا الْكَافِر الْمُسلم)) وَلَا فرق بَين النّسَب وَالْمُعتق وَالزَّوْج وَلَا بَين أَن يسلم قبل الْقِسْمَة أَو بعْدهَا وَهل يَرث الْيَهُودِيّ من النَّصْرَانِي وَعَكسه فِيهِ خلاف الصَّحِيح نعم وَهَذَا إِذا كَانَا ذميين أَو حربيين سَوَاء اتّفقت دارهما أَو اخْتلفت فَلَو كَانَ أَحدهمَا ذِمِّيا وَالْآخر حَرْبِيّا فَفِيهِ خلاف أَيْضا وَالْمذهب الْقطع بِعَدَمِ التَّوَارُث لانْقِطَاع الْمُوَالَاة قَالَ الرَّافِعِيّ وَالنَّوَوِيّ وَرُبمَا نقل بعض الفرضيين الاجماع على ذَلِك وَالله أعلم
والمعاهد والمستأمن كالذمي على الصَّحِيح الْمَنْصُوص لِأَنَّهُمَا معصومان بالعهد والأمان وَقيل هما كالحربي وَالله أعلم
(فرع) شككنا فِي موت إِنْسَان بِأَن غَابَ شخص وَانْقطع خَبره أَو جهل حَاله بعد أَن دخل فِي دَار الْحَرْب أَو انْكَسَرت سَيْفه هُوَ فِيهَا وَلم يعرف حَاله فَهَذَا لَا يُورث حَتَّى تقوم بَيِّنَة أَنه مَاتَ فَإِن لم تقم بَيِّنَة أَنه مَاتَ فَقيل لَا يقسم مَاله حَتَّى يتَحَقَّق مَوته لاخْتِلَاف النَّاس فِي الْأَعْمَار وَالصَّحِيح أَنه إِذا مَضَت مُدَّة يحكم القَاضِي فِيهَا بِأَن مثله لَا يعِيش فِيهَا قسم مَاله بَين الْوَرَثَة حَالَة الحكم ثمَّ فِي قدرَة الْمدَّة أوجه أَصَحهَا يَكْفِي مُدَّة يغلب على الظَّن أَنه لَا يعِيش أَكثر مِنْهَا وَالله أعلم قَالَ
(وَأقرب الْعصبَة الابْن ثمَّ ابْنه ثمَّ الْأَب ثمَّ أَبوهُ ثمَّ الْجد ثمَّ الْأَخ للْأَب وَالأُم ثمَّ الْأَخ للْأَب ثمَّ ابْن الْأَخ للْأَب وَالأُم ثمَّ ابْن الْأَخ للْأَب ثمَّ الْعم على هَذَا التَّرْتِيب ثمَّ إِذا عدمت الْعَصَبَات فالمولى الْمُعْتق)
الْعصبَة مُشْتَقَّة من التَّعْصِيب وَهُوَ الْمَنْع سميت بذلك لتقوى بَعضهم بِبَعْض وَمِنْهَا الْعِصَابَة لِأَنَّهَا تشد الرَّأْس وَقيل غير ذَلِك وَلِلنَّاسِ فِي تَعْرِيف الْعصبَة أَلْفَاظ مِنْهَا أَنه كل من لَيْسَ لَهُ سهم مُقَدّر من الْمجمع على توريثهم وَيَرِث كل المَال لَو انْفَرد أَو مَا فضل عَن أَصْحَاب الْفُرُوض ثمَّ أولى الْعَصَبَات الابْن لقَوْله تَعَالَى {يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ} الْآيَة بَدَأَ بالأولاد لِأَن الْعَرَب تبدأ بأولادهم وَلِأَن الله تَعَالَى أسقط بِهِ تعصيب الْأَب لقَوْله تَعَالَى {وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ} وَإِذا سقط بِهِ تعصيب الْأَب فَغَيره أولى لِأَنَّهُ إِمَّا مدل بالابن أَو بِالْأَبِ ثمَّ ابْن الابْن بعد الابْن وَإِن سفل كالابن فِي سَائِر الْأَحْكَام ثمَّ الْأَب لِأَنَّهُ يعصبه وَله الْولَايَة عَلَيْهِ بِنَفسِهِ وَمن عداهُ يُدْلِي بِهِ فَقدم لقُرْبه ثمَّ الْجد أَبُو الْأَب وَإِن علا مَا لم يكن أخوة لِأَنَّهُ كَالْأَبِ أما إِذا كَانَ مَعَه أخوة فَلم يذكرهُ الشَّيْخ ثمَّ يقدم ابْن الْأَب وَهُوَ الْأَخ من الْأَبَوَيْنِ ثمَّ الْأَخ من الْأَب يقدم على ابْن الْأَخ من الْأَبَوَيْنِ ثمَّ يقدم بَنو الْأُخوة من الْأَبَوَيْنِ ثمَّ من الْأَب على الْأَعْمَام وَإِن تباعدوا لِأَن الْقَرِيب من نوع مقدم على نوع مُتَأَخّر عَنهُ وَإِن كَانَ أقرب مِنْهُ فَلهَذَا يقدم ابْن الْأَخ وَإِن تبَاعد على الْعم ثمَّ بعد بني الْأُخوة يقدم الْعم لِلْأَبَوَيْنِ ثمَّ الْأَب ثمَّ بَنو الْعم كَذَلِك ثمَّ يقدم عَم الْأَب من الْأَبَوَيْنِ ثمَّ من الْأَب ثمَّ بنوهما كَذَلِك ثمَّ يقدم عَم الْجد من الْأَبَوَيْنِ ثمَّ من الْأَب كَذَلِك إِلَى حَيْثُ يَنْتَهِي فَإِن لم يُوجد أحد من عصبات النّسَب وَالْمَيِّت عَتيق فالعصوبة لمن أعْتقهُ رجلا كَانَ أَو امْرَأَة لِأَن رجلا أَتَى بِرَجُل إِلَى النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فَقَالَ يَا رَسُول الله إِنِّي اشْتَرَيْته وأعتقته فَمَا أَمر مِيرَاثه فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَام ((إِن ترك عصبَة فالعصوبة أَحَق وَإِلَّا فالولاية)) وَفِي حَدِيث آخر ((الْوَلَاء لمن أعتق)) فَإِن لم يكن وَارِث انْتقل مَاله إِلَى بَيت المَال بِشَرْط أَن تكون مصارفه مُسْتَقِيمَة على مَا جَاءَ بِهِ الشَّرْع الشريف فَإِن لم يستقم لكَون السُّلْطَان جائراً أَو لم تَجْتَمِع فِيهِ شُرُوط الْإِمَامَة كزماننا هَذَا فَقَالَ الشَّيْخ أَبُو حَامِد لَا يصرف على ذَوي الْفُرُوض وَلَا إِلَى ذَوي الْأَرْحَام لِأَنَّهُ مَال الْمُسلمين فَلَا يسْقط بِفَوَات الامام الْعَادِل
وَالثَّانِي يرد وَيصرف إِلَى ذَوي الْأَرْحَام لِأَن المَال مَصْرُوف إِلَيْهِم أَو إِلَى بَيت المَال بالاجماع فَإِذا تعذر أَحدهمَا تعين الآخر قَالَ الرَّافِعِيّ وَهَذَا أَي الرَّد وَالصرْف إِلَى ذَوي الْأَرْحَام أفتى بِهِ أكَابِر الْمُتَأَخِّرين قَالَ النَّوَوِيّ وَهُوَ الْأَصَح أَو الصَّحِيح عِنْد محققي أَصْحَابنَا وَمِمَّنْ صَححهُ وَأفْتى بِهِ ابْن سراقَة وَصَاحب الْحَاوِي وَالْقَاضِي حُسَيْن وَالْمُتوَلِّيّ وَآخَرُونَ وَقَالَ ابْن سراقَة وَهُوَ قَول عَامَّة مَشَايِخنَا وَعَلِيهِ الْفَتْوَى الْيَوْم فِي الْأَمْصَار وَنَقله الْمَاوَرْدِيّ عَن مَذْهَب الشَّافِعِي وَقَالَ وَغلط الشَّيْخ أَبُو حَامِد فِي مُخَالفَته وَإِنَّمَا مَذْهَب الشَّافِعِي فِي مَنعهم إِذا استقام أَمر بَيت المَال وَالله أعلم
قلت قَالَ الْمَاوَرْدِيّ وَأجْمع عَلَيْهِ الْمُحَقِّقُونَ وَمُقْتَضى كَلَام الْجَمِيع أَنه لَا يجوز الدّفع إِلَى الامام الجائر فَلَو دفع إِلَيْهِ عصى وَلَزِمَه الضَّمَان لتعديه فعلى الصَّحِيح يرد المَال على أهل الْفُرُوض على الْأَصَح غير الزَّوْجَيْنِ على قدر فروضهم بِأَن كَانَ هُنَاكَ أهل فرض فَإِن لم يكن هُنَاكَ غير الزَّوْجَيْنِ صرف إِلَى ذَوي الْأَرْحَام فِي الْأَصَح وَهل يخْتَص بِهِ الْفُقَرَاء أَو يصرف إِلَى الأحوج فالأحوج أم لَا الصَّحِيح أَنه يصرف على جَمِيعهم وَهل هُوَ على سَبِيل الْمصلحَة أم على سَبِيل الارث وَجْهَان قَالَ الرَّافِعِيّ أشبههما بِأَصْل الْمَذْهَب أَنه على سَبِيل الْمصلحَة وَقَالَ النَّوَوِيّ الصَّحِيح الَّذِي عَلَيْهِ جُمْهُور الْأَصْحَاب أَنه يصرف إِلَى جَمِيعهم على سَبِيل الْإِرْث وَالله أعلم
وذوو الْأَرْحَام كل قريب لَيْسَ بِذِي فرض وَلَا عصبَة وتفصيلهم كل جد وَجدّة ساقطين وَأَوْلَاد الْبَنَات وَبَنَات الْأُخوة وَأَوْلَاد الْأَخَوَات وَبَنُو الْإِخْوَة للْأُم وَالْعم للْأُم وَبَنَات الْأَعْمَام والعمات والأخوال والخالات فَإِذا قُلْنَا بِالرَّدِّ أَولا على ذَوي الْفُرُوض وَهُوَ الْأَصَح فمقصود الْفَتْوَى أَنه إِن لم يكن مِمَّن يرد عَلَيْهِ من ذَوي الْفُرُوض إِلَّا صنف فَإِن كَانَ شخصا وَاحِدًا دفع إِلَيْهِ الْفَرْض وَالْبَاقِي بِالرَّدِّ كالبنت لَهَا النّصْف بِالْفَرْضِ وَالْبَاقِي بِالرَّدِّ وَإِن كَانُوا جمَاعَة فالباقي بَينهم على قدر فروضهم وَإِن اجْتمع صنفان فَأكْثر رد الْفَاضِل عَلَيْهِم بِنِسْبَة سِهَامهمْ
وَأما تَوْرِيث ذَوي الْأَرْحَام فَمن ذهب إِلَيْهِ اخْتلفُوا فِي كيفيته فَأخذ بَعضهم بِمذهب أهل التَّنْزِيل وَمِنْهُم من أَخذ بِمذهب أهل الْقَرَابَة وسمى الْأَولونَ أهل التَّنْزِيل لتنزيلهم كل فرع منزلَة أَصله وسمى الْآخرُونَ أهل الْقَرَابَة لأَنهم يورثون الْأَقْرَب فَالْأَقْرَب كالعصبات قَالَ النَّوَوِيّ الْأَصَح والأقيس مَذْهَب أهل التَّنْزِيل وَالله أعلم وَاتفقَ المذهبان على أَن من انْفَرد من ذَوي الْأَرْحَام يجوز جَمِيع المَال ذكرا كَانَ أَو أُنْثَى وَإِنَّمَا يظْهر الِاخْتِلَاف عِنْد اجْتِمَاعهم قَالَ
0

Posting Komentar