بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
كتاب احكام الطهارة
Kitab Menjelaskan Thoharoh
وَالْكِتَابُ لُغَةً مَصْدَرٌ بِمَعْنَى الضَّمِّ وَالْجَمْعِ وَاصْطِلَاحًا اسْمٌ لِجِنْسٍ مِنْ الْأَحْكَامِ أَمَّا الْبَابُ فَاسْمٌ لِنَوْعٍ مِمَّا دَخَلَ تَحْتَ ذَلِكَ الْجِنْسِ
Kitab secara bahasa adalah bentuk kalimat masdar yang bermakna mengumpulkan. Sedangkan secara istilah adalah nama suatu jenis dari beberapa hokum Adapun “bab” adalah nama bagi satu macam yang masuk di bawah cakupan jenis hukum tersebut.
Definisi Thaharah
وَالطَّهَارَةُ بِفَتْحِ الطَّاءِ لُغَةً النَّظَافَةُ وَأَمَّا شَرْعًا فَفِيْهَا تَفَاسِيْرُ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا قَوْلُهُمْ فِعْلُ مَا تُسْتَبَاحُ بِهِ الصَّلَاةُ أَيْ مِنْ وُضُوْءٍ وَغُسْلٍ وَتَيَمُّمٍ وَإِزَالَةُ نَجَاسَةٍ أَمَّا الطُّهَارَةُ بِالضَّمِّ فَاسْمٌ لِبَقِيَّةِ الْمَاءِ
Lafahz “ath thaharah” dengan dibaca fathah huruf tha’nya, secara bahasa bermakna bersih, adapun secara syara’, maka terdapat definisi yang cukup banyak di dalam menjelaskan arti lafadz “ath thaharah”.
Diantara defisininya adalah ungkapan ulama’, “thaharah adalah melakukan sesuatu yang menjadi sebab di perbolehkannya melakukan sholat, yaitu wudhu, mandi, tayammum, dan menghilangkan najis.”
Adapun lafadz “ath thuharah” dengan dibaca dhammah huruf tha’nya, adalah nama sisa air yang digunakan untuk bersuci.
Diantara defisininya adalah ungkapan ulama’, “thaharah adalah melakukan sesuatu yang menjadi sebab di perbolehkannya melakukan sholat, yaitu wudhu, mandi, tayammum, dan menghilangkan najis.”
Adapun lafadz “ath thuharah” dengan dibaca dhammah huruf tha’nya, adalah nama sisa air yang digunakan untuk bersuci.
Pembagian Air
وَلَمَّا كَانَ الْمَاءُ آلَةً لِلطَّهَارَةِ اسْتَطْرَدَ الْمُصَنِّفُ لِأَنْوَاعِ الْمِيَاهِ فَقَالَ (الْمِيَاهُ الَّتِيْ يَجُوْزُ) أَيْ يَصِحُّ (التَّطْهِيْرُ بِهَا سَبْعُ مِيَاهٍ.
مَاءُ السَّمَاءِ) أَيْ النَّازِلِ مِنْهَا, وَهُوَ الْمَطَرُ (وَمَاءُ الْبَحْرِ) أَيْ الْمِلْحِ (وَمَاءُ النَّهْرِ) أَيْ الْحُلْوِ (وَمَاءُ الْبِئْرِ وَمَاءُ الْعَيْنِ وَمَاءُ الثَّلْجِ وَمَاءُ الْبَرَدِ) وَيَجْمَعُ هَذِهِ السَّبْعَةَ قَوْلُكَ مَانَزَلَ مِنَ السَّمَاءِ أَوْ نَبَعَ مِنَ الْأَرْضِ عَلَى أَيِّ صِفَةٍ كَانَ مِنْ أَصْلِ الْخِلْقَةِ.
(ثُمَّ الْمِيَاهُ) تَنْقَسِمُ (عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ):
مَاءُ السَّمَاءِ) أَيْ النَّازِلِ مِنْهَا, وَهُوَ الْمَطَرُ (وَمَاءُ الْبَحْرِ) أَيْ الْمِلْحِ (وَمَاءُ النَّهْرِ) أَيْ الْحُلْوِ (وَمَاءُ الْبِئْرِ وَمَاءُ الْعَيْنِ وَمَاءُ الثَّلْجِ وَمَاءُ الْبَرَدِ) وَيَجْمَعُ هَذِهِ السَّبْعَةَ قَوْلُكَ مَانَزَلَ مِنَ السَّمَاءِ أَوْ نَبَعَ مِنَ الْأَرْضِ عَلَى أَيِّ صِفَةٍ كَانَ مِنْ أَصْلِ الْخِلْقَةِ.
(ثُمَّ الْمِيَاهُ) تَنْقَسِمُ (عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ):
Dan ketika air merupakan alat untuk bersuci, maka mushannif istithrad [1] macam-macamnya air. Maka beliau berkata, air yang boleh, maksudnya syah digunakan untuk bersuci ada tujuh macam air.
Yaitu air langit, maksudnya air yang turun dari langit yaitu hujan, air laut (yaitu air asin), air bengawan / sungai (yaitu air tawar), air sumur, air sumber, air salju, dan air embun.
Ketujuh macam air ini terkumpul dalam ungkapanmu, “-air yang bisa digunakan bersuci adalah- air yang turun dari langit atau keluar dari bumi dalam bentuk sifat apapun yang sesuai dengan aslinya.”
Yaitu air langit, maksudnya air yang turun dari langit yaitu hujan, air laut (yaitu air asin), air bengawan / sungai (yaitu air tawar), air sumur, air sumber, air salju, dan air embun.
Ketujuh macam air ini terkumpul dalam ungkapanmu, “-air yang bisa digunakan bersuci adalah- air yang turun dari langit atau keluar dari bumi dalam bentuk sifat apapun yang sesuai dengan aslinya.”
Kemudian, air terbagi menjadi empat bagian
Air Mutlak
أَحَدُهَا (طَاهِرٌ) فِيْ نَفْسِهِ (مُطَهِّرٌ) لِغَيْرِهِ (غَيْرُ مَكْرُوْهٍ اسْتِعْمَالُهُ وَهُوَ الْمَاءُ الْمُطْلَقُ) عَنْ قَيِّدٍ لَازِمٍ فَلاَ يَضُرُّ الْقَيِّدُ الْمُنْفَكُّ كَمَاءِ الْبِئْرِ فِيْ كَوْنِهِ مُطْلَقًا
Salah satunya adalah air suci dzatnya dan bisa mensucikan pada yang lainnya serta tidak makruh menggunakannya, yaitu air mutlak (bebas) dari qayyid (ikatan nama) yang lazim(menetap) Sehingga tidak berpengaruh pada kemutlakkan air ketika berupa qayyid yang munfak [2], sepeti air sumur.
Air Musyammas
(وَ) الثَّانِيْ (طَاهِرٌ) فِيْ نَفْسِهِ (مُطَهِّرٌ) لِغَيْرِهِ (مَكْرُوْهٌ اسْتِعْمَالُهُ) فِي الْبَدَنِ لَا فِي الثَّوْبِ (وَهُوَ الْمَاءُ الْمُشَمَّسُ) أَيِ الْمُسَخَّنُ بِتَأْثِيْرِ الشَّمْسِ فِيْهِ وَإِنَّمَا يُكْرَهُ شَرْعًا بِقُطْرٍ حَارٍّ فِيْ إِنَاءٍ مُنْطَبِعٍ إِلَّا إِنَاءِ النَّقْدَيْنِ لِصَفَاءِ جَوْهَرِهِمَا وَإِذَا بَرُدَ زَالَتِ الْكَرَاهَةُ. وَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ عَدَمَ الْكَرَاهَةِ مُطْلَقًا.
وَيُكْرَهُ أَيْضًا شَدِيْدُ السُّخُوْنَةِ وَالْبُرُوْدَةِ
وَيُكْرَهُ أَيْضًا شَدِيْدُ السُّخُوْنَةِ وَالْبُرُوْدَةِ
Yang kedua adalah air yang suci dzatnya, bisa mensucikan pada yang lainnya, dan makruh menggunakannya pada badan tidak pada pakaian yaitu air musyammas, yaitu air yang dipanaskan dengan pengaruh sinar matahari.
Air musyammas ini hanya dimakruhkan secara syara’ bila digunakan di daerah panas dengan menggunakan wadah yang dapat dicetak (terbuat dari logam), selain wadah yang terbuat dari emas dan perak, karena elemen keduanya adalah bersih (dari karat).
Dan ketika air musyammas itu menjadi dingin, maka hukum makruhnya menjadi hilang.
Namun imam an Nawawi lebih memilih hukum tidak makruh secara mutlak. Dan juga di makruhkan menggunakan air yang terlalu panas (bukan karena sinar matahari) dan terlalu dingin.
Air musyammas ini hanya dimakruhkan secara syara’ bila digunakan di daerah panas dengan menggunakan wadah yang dapat dicetak (terbuat dari logam), selain wadah yang terbuat dari emas dan perak, karena elemen keduanya adalah bersih (dari karat).
Dan ketika air musyammas itu menjadi dingin, maka hukum makruhnya menjadi hilang.
Namun imam an Nawawi lebih memilih hukum tidak makruh secara mutlak. Dan juga di makruhkan menggunakan air yang terlalu panas (bukan karena sinar matahari) dan terlalu dingin.
Air Musta’mal & Mutaghayyir
(وَ) الْقِسْمُ الثَّالِثُ (طَاهْرٌ) فِيْ نَفْسِهِ (غَيْرُ مُطَهِّرٍ لِغَيْرِهَ. وَهُوَ الْمَاءُ الْمُسْتَعْمَلُ) فِيْ رَفْعِ حَدَثٍ أَوْ إِزَالَةِ نَجْسٍ إِنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ وَلَمْ يَزِدْ وَزْنُهُ بَعْدَ انْفِصَالِهِ عَمَّا كَانَ بَعْدَ اعْتِبَارِ مَا يَتَشَرَّبُهُ الْمَغْسُوْلُ مِنَ الْمَاءِ (وَالْمُتَغَيِّرُ) أَيْ وَمِنْ هَذَا الْقِسْمِ الْمَاءُ الْمَتَغَيِّرُ أَحَدُ أَوْصَافِهِ (بِمَا) أَيْ بِشَيْئٍ (خَالَطَهُ مِنَ الطَّاهِرَاتِ) تَغَيُّرًا يَمْنَعُ إِطْلَاقَ اسْمِ الْمَاءِ عَلَيْهِ. فَإِنَّهُ طَاهْرٌ غَيْرُ طَهُوْرٍ حِسِّيًّا كَانَ التَّغَيُّرُ أَوْ تَقْدِيْرِيًّا كَأَنِ اخْتَلَطَ بِالْمَاءِ مَا يُوَافِقُهُ فِيْ صِفَاتِهِ كَمَاءِ الْوَرْدِ الْمُنْقَطِعِ الرَّائِحَةِ
وَالْمَاءُ الْمُسْتَعْمَلُ فَإِنْ لَمْ يَمْنَعْ إِطْلَاقَ اسْمِ الْمَاءِ عَلَيْهِ, بِأَنْ كَانَ تَغَيُّرُهُ بِالطَّاهِرِ يَسِيْرًا أَوْ بِمَا يُوَافِقُ الْمَاءَ فِيْ صِفَاتِهِ وَقُدِّرَ مُخَالِفًا وَلَمْ يُغَيِّرْهُ, فَلَا يُسْلَبُ طَهُوْرِيُّتُهُ. فَهُوَ مُطَهِّرٌ لِغَيْرِهِ.
وَاحْتَرَزَ بِقَوْلِهِ خَالَطَهُ عَنِ الطَّاهِرِ الْمُجَاوِرِ لَهُ. فَإِنَّهُ بَاقٍ عَلَى طَهُوْرِيَّتِهِ, وَلَوْ كَانَ التَّغَيُّرُ كُثِيْرًا, وَكَذَا الْمُتَغَيِّرُ بِمُخَالِطٍ لَايَسْتَغْنِي الْمَاءُ عَنْهُ كَطِيْنٍ وَطُحْلَبٍ وَمَافِيْ مَقَرِّهِ وَمَمَرِّهِ وَالْمُتَغَيِّرُ بِطُوْلِ الْمُكْثِ فَإِنَّهُ طَهُوْرٌ.
وَالْمَاءُ الْمُسْتَعْمَلُ فَإِنْ لَمْ يَمْنَعْ إِطْلَاقَ اسْمِ الْمَاءِ عَلَيْهِ, بِأَنْ كَانَ تَغَيُّرُهُ بِالطَّاهِرِ يَسِيْرًا أَوْ بِمَا يُوَافِقُ الْمَاءَ فِيْ صِفَاتِهِ وَقُدِّرَ مُخَالِفًا وَلَمْ يُغَيِّرْهُ, فَلَا يُسْلَبُ طَهُوْرِيُّتُهُ. فَهُوَ مُطَهِّرٌ لِغَيْرِهِ.
وَاحْتَرَزَ بِقَوْلِهِ خَالَطَهُ عَنِ الطَّاهِرِ الْمُجَاوِرِ لَهُ. فَإِنَّهُ بَاقٍ عَلَى طَهُوْرِيَّتِهِ, وَلَوْ كَانَ التَّغَيُّرُ كُثِيْرًا, وَكَذَا الْمُتَغَيِّرُ بِمُخَالِطٍ لَايَسْتَغْنِي الْمَاءُ عَنْهُ كَطِيْنٍ وَطُحْلَبٍ وَمَافِيْ مَقَرِّهِ وَمَمَرِّهِ وَالْمُتَغَيِّرُ بِطُوْلِ الْمُكْثِ فَإِنَّهُ طَهُوْرٌ.
Bagian ketiga adalah air yang suci dzatnya namun tidak bisa mensucikan pada yang lainnya. Yaitu air musta’mal. Yaitu air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadats, atau menghilangkan najis jika memang tidak berubah sifatnya dan tidak bertambah ukurannya, setelah terpisah dari tempat yang di basuh beserta menghitung air yang diserap oleh tempat yang dibasuh.
Maka sesungguhnya air tersebut hukumnya suci namun tidak mensucikan. Baik perubahannya itu nampak oleh indra, ataupun kira-kira saja seperti air yang tercampur oleh sesuatu yang sifatnya sesuai dengan sifat-sifat air, seperti air mawar yang sudah tidak berbau dan air musta’mal.
Jika perubahannya tidak sampai menghilangkan kemutlakkan nama air tersebut, dengan gambaran perubahan yang disebabkan tercampur barang yang suci itu hanya sedikit, atau sebab tercampur dengan barang yang sifatnya sesuai dengan sifat-sifat air dan di kira-kirakan terjadi perubahan namun ternyata tidak berubah, maka hukum thahuriyyah (bisa mensucikan) air tersebut tidak hilang.
Dengan ungkapan “khalathahu” (sesuatu yang mencampuri), mushannif mengecuali perubahan air yang di sebabkan barang-barang suci yang hanya bersandingan dengan air (tidak mencampuri). Maka sesungguhnya air tersebut tetap mensucikan, walaupun perubahannya banyak.
Begitu juga hukumnya tetap mensucikan, adalah air yang berubah sebab tercampur barang-barang mukhalith yang tidak bisa dihindari oleh air, seperti lumpur, lumut, barang-barang yang berada di tempat berdiamnya air dan tempat aliran air, serta air yang berubah sebab terlalu lama diam.
Maka sesungguhnya air-air tersebut hukumnya suci mensucikan.
Dan air mutaghayyir (air yang berubah).
Maksudnya, termasuk dari bagian yang ketiga ini adalah air yang berubah salah satu sifatnya sebab tercampur oleh sesuatu yang suci, dengan perubahan yang mencegah kemutlakan nama air.Maka sesungguhnya air tersebut hukumnya suci namun tidak mensucikan. Baik perubahannya itu nampak oleh indra, ataupun kira-kira saja seperti air yang tercampur oleh sesuatu yang sifatnya sesuai dengan sifat-sifat air, seperti air mawar yang sudah tidak berbau dan air musta’mal.
Jika perubahannya tidak sampai menghilangkan kemutlakkan nama air tersebut, dengan gambaran perubahan yang disebabkan tercampur barang yang suci itu hanya sedikit, atau sebab tercampur dengan barang yang sifatnya sesuai dengan sifat-sifat air dan di kira-kirakan terjadi perubahan namun ternyata tidak berubah, maka hukum thahuriyyah (bisa mensucikan) air tersebut tidak hilang.
Dengan ungkapan “khalathahu” (sesuatu yang mencampuri), mushannif mengecuali perubahan air yang di sebabkan barang-barang suci yang hanya bersandingan dengan air (tidak mencampuri). Maka sesungguhnya air tersebut tetap mensucikan, walaupun perubahannya banyak.
Begitu juga hukumnya tetap mensucikan, adalah air yang berubah sebab tercampur barang-barang mukhalith yang tidak bisa dihindari oleh air, seperti lumpur, lumut, barang-barang yang berada di tempat berdiamnya air dan tempat aliran air, serta air yang berubah sebab terlalu lama diam.
Maka sesungguhnya air-air tersebut hukumnya suci mensucikan.
Air Mutanajjis
(وَ) الْقِسْمُ الرَّابِعُ (مَاءٌ نَجَسٌ) أَيْ مُتَنَجِّسٌ. وَهُوَ قِسْمَانِ. أَحَدُهُمَا قَلِيْلٌ (وَهُوَ الَّذِيْ حَلَّتْ فِيْهِ نَجَاسِةٌ) تَغَيَّرَ أَمْ لَا (وَهُوَ) أَيْ وَالْحَالُ أَنَّهُ مَاءٌ (دَوْنَ قُلَّتَيْنِ) وَيُسْتَثْنَى مِنْ هَذَا الْقِسْمِ الْمَيْتَةُ الَّتِيْ لَادَمَ لَهَا سَائِلٌ عِنْدَ قَتْلِهَا أَوْ شَقِّ عُضْوٍ مِنْهَا كّالذُّبَابِ إِنْ لَمْ تُطْرَحْ فِيْهِ وَلَمْ تُغَيِّرْهُ وَكَذَا النَّجَاسَةُ الَّتِيْ لَايُدْرِكُهَا الطَّرْفُ. فَكُلُّ مِنْهُمَا لَايُنَجِّسُ الْمَاءَ.
وَيُسْتَثْنَى أَيْضًا صُوَرٌ مَذْكُوْرَاتٌ فِي الْمَبْسَوْطَاتِ. وَأَشَارَ لِلْقِسْمِ الثَّانِيْ مِنَ الْقِسْمِ الرَّابِعِ بِقَوْلِهِ (أَوْ كَانَ) كَثِيْرًا (قُلَّتَيْنِ) فَأَكَثَرَ (فَتَغَيَّرَ) يَسِيْرًا أَوْ كَثِيْرًا
وَيُسْتَثْنَى أَيْضًا صُوَرٌ مَذْكُوْرَاتٌ فِي الْمَبْسَوْطَاتِ. وَأَشَارَ لِلْقِسْمِ الثَّانِيْ مِنَ الْقِسْمِ الرَّابِعِ بِقَوْلِهِ (أَوْ كَانَ) كَثِيْرًا (قُلَّتَيْنِ) فَأَكَثَرَ (فَتَغَيَّرَ) يَسِيْرًا أَوْ كَثِيْرًا
Bagian yang ke empat adalah air najis, maksudnya air yang terkena najis. Air najis ini terbagi menjadi dua. Salah satunya adalah air najis yang sedikit. Yaitu air yang terkena najis, baik sampai berubah (sifatnya) ataupun tidak, dan kondisi air tersebut kurang dari dua Qullah.
Dari bagian ini (air mutanajis yang sedikit), mengecualikan bangkai binatang yang tidak mengalir darahnya ketika dibunuh atau dipotong anggota badannya seperti lalat, jika memang tidak sengaja dimasukkan dan tidak sampai merubah sifat air.
Begitu juga dikecualikan adalah najis yang tidak nampak oleh mata. Maka kedua najis ini tidak sampai menajiskan air.
Dan juga dikecualikan beberapa bentuk najis yang disebutkan di kitab-kitab yang luas pembahasannya. Dan mushannif memberi isyarah terhadap bagian kedua dari bagian air yang ke empat ini dengan ungkapan beliau, “atau air yang terkena najis itu ukurannya banyak, dua Qullah atau lebih, namun berubah sifatnya, baik berubah sedikit ataupun banyak.”
Dari bagian ini (air mutanajis yang sedikit), mengecualikan bangkai binatang yang tidak mengalir darahnya ketika dibunuh atau dipotong anggota badannya seperti lalat, jika memang tidak sengaja dimasukkan dan tidak sampai merubah sifat air.
Begitu juga dikecualikan adalah najis yang tidak nampak oleh mata. Maka kedua najis ini tidak sampai menajiskan air.
Dan juga dikecualikan beberapa bentuk najis yang disebutkan di kitab-kitab yang luas pembahasannya. Dan mushannif memberi isyarah terhadap bagian kedua dari bagian air yang ke empat ini dengan ungkapan beliau, “atau air yang terkena najis itu ukurannya banyak, dua Qullah atau lebih, namun berubah sifatnya, baik berubah sedikit ataupun banyak.”
Ukuran Dua Qullah
(وَالْقُلَّتَانِ خَمْسُمِائَةِ رِطْلٍ بَغْدَادِيٍّ تَقْرِيْبًا فِيْ الْأَصَحِّ) فِيْهِمَا وَالرِّطْلُ الْبَغْدَادِيُّ عِنْدَ النَّوَوِيُّ مِائَةٌ وَثَمَانِيَّةٌ وَعِشْرُوْنَ دِرْهَمًا وَأَرْبَعَةُ أَسْبَاعِ دِرْهَمٍ.
وَتَرَكَ الْمُصَنِّفُ قِسْمًا خَامِسًا وَهُوَ الْمَاءُ الْمُطَهِّرُ الْحَرَامُ كَالْوُضُوْءِ بِمَاءٍ مَغْصُوْبٍ أَوْ مُسَبَّلٍ لِلشُّرْبِ.
وَتَرَكَ الْمُصَنِّفُ قِسْمًا خَامِسًا وَهُوَ الْمَاءُ الْمُطَهِّرُ الْحَرَامُ كَالْوُضُوْءِ بِمَاءٍ مَغْصُوْبٍ أَوْ مُسَبَّلٍ لِلشُّرْبِ.
Ukuran dua Qullah adalah kurang lebih lima ratus Rithl negara Baghdad, menurut pendapat al Ashah. Menurut Imam An Nawawi, Satu Ritlh Negara Baghdad adalah seratus dua puluh delapan dirham lebih empat sepertujuh dirham.
Mushannif tidak menjelaskan / meninggalkan bagian yang kelima yaitu air yang mensucikan namun haram, seperti wudlu’ dengan air hasil ghasab atau air yang di sediakan untuk minum.
Mushannif tidak menjelaskan / meninggalkan bagian yang kelima yaitu air yang mensucikan namun haram, seperti wudlu’ dengan air hasil ghasab atau air yang di sediakan untuk minum.
[1] Istathrada adalah menjelaskan sesuatu bukan pada tempatnya, namun di jelaskan karena masih ada kesinambungan dengan pembahasan. Seperti pada bab ini adalah menjelaskan tentang bersuci bukan tentang air, namun mushannif menjelaskan macam-macam air dalam bab ini karena ada kesinambungan antara air dengan bersuci.
[2] Nama yang tidak menetap pada air, bahkan nama itu akan hilang dengan pindahnya air dari satu tempat ke tempat yang lain.
Dari Kitab Kifayatul Akhyar
كتاب كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار
كتاب الطَّهَارَة الْكتاب مُشْتَقّ من الْكتب وَهُوَ الضَّم وَالْجمع يُقَال تكْتب بَنو فلَان إِذا اجْتَمعُوا وَمِنْه كَتِيبَة الرمل وَالطَّهَارَة فِي اللُّغَة النَّظَافَة تَقول طهرت الثَّوْب أَي نظفته وَفِي الشَّرْع عبارَة عَن رفع الْحَدث أَو إِزَالَة النَّجس أَو مَا فِي مَعْنَاهُمَا أَو على صورتهما كالغسلة الثَّانِيَة وَالثَّالِثَة والأغسال المسنونة وتجديد الْوضُوء وَالتَّيَمُّم وَغير ذَلِك مِمَّا لَا يرفع حَدثا وَلَا يزِيل نجسا وَلكنه فِي مَعْنَاهُ قَالَ
أَنْوَاع الْمِيَاه
(الْمِيَاه الَّتِي يجوز بهَا التَّطْهِير سبع مياه مَاء السَّمَاء وَمَاء الْبَحْر وَمَاء النَّهر وَمَاء الْبِئْر وَمَاء الْعين وَمَاء الثَّلج وَمَاء الْبرد) الأَصْل فِي مَاء السَّمَاء قَوْله تَعَالَى {وَينزل عَلَيْكُم من السَّمَاء مَاء ليطهركم بِهِ} وَغَيرهَا وَفِي مَاء الْبَحْر قَوْله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لما سُئِلَ عَن مَاء الْبَحْر فَقَالَ
(هُوَ الطّهُور مَاؤُهُ الْحل ميتَته) وَفِي مَاء الْبِئْر حَدِيث سهل رَضِي الله عَنهُ (قَالُوا يَا رَسُول الله إِنَّك تتوضأ من بِئْر بضَاعَة وفيهَا مَا يُنجي النَّاس وَالْحَائِض وَالْجنب فَقَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم (المَاء طهُور لَا يُنجسهُ شىء) وَمَاء
النَّهر وَمَاء الْعين فِي مَعْنَاهُ وَأما مَاء الثَّلج وَمَاء الْبرد فَالْأَصْل فِيهِ حَدِيث أبي هُرَيْرَة رَضِي الله تَعَالَى عَنهُ واسْمه عبد الرَّحْمَن بن صَخْر على الْأَصَح قَالَ
(كَانَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم إِذا كبر فِي الصَّلَاة سكت هنيه قبل أَن يقْرَأ فَقلت يَا رَسُول الله مَا تَقول قَالَ أَقُول اللَّهُمَّ باعد بيني وَبَين خطاياي كَمَا باعدت بَين الْمشرق وَالْمغْرب اللَّهُمَّ نقني من خطاياي كَمَا ينقى الثَّوْب الْأَبْيَض من الدنس اللَّهُمَّ اغسلني من خطاياي بِمَاء الثَّلج وَالْبرد) قَالَ
بَاب أَقسَام الْمِيَاه
(ثمَّ الْمِيَاه على أَرْبَعَة أَقسَام طَاهِر مطهر غير مَكْرُوه وَهُوَ المَاء الْمُطلق) المَاء الَّذِي يرفع الْحَدث ويزيل النَّجس هُوَ المَاء الْمُطلق وَاخْتلف فِي حَده فَقيل هُوَ العاري عَن الْقُيُود وَالْإِضَافَة اللَّازِمَة وَهَذَا هُوَ الصَّحِيح فِي الرَّوْضَة وَالْمُحَرر وَنَصّ عَلَيْهِ الشَّافِعِي فَقَوله عَن الْقُيُود خرج بِهِ مثل قَوْله تَعَالَى {من مَاء مهين} {من مَاء دافق} وَقَوله الْإِضَافَة اللَّازِمَة خرج بِهِ مثل مَاء الْورْد وَنَحْوه وَاحْترز بِالْإِضَافَة الْإِضَافَة غير اللَّازِمَة كَمَاء النَّهر وَنَحْوه فَإِنَّهُ لَا تخرجه هَذِه الْإِضَافَة عَن كَونه يرفع الْحَدث ويزيل النَّجس لبَقَاء الْإِطْلَاق عَلَيْهِ وَقيل المَاء الْمُطلق هُوَ الْبَاقِي على وصف خلقته وَقيل مَا يُسمى مَاء وَسمي مُطلقًا لِأَن المَاء إِذا أطلق انْصَرف إِلَيْهِ وَهَذَا مَا ذكره ابْن الصّلاح وَتَبعهُ النَّوَوِيّ عَلَيْهِ فِي شرح الْمُهَذّب قَالَ
(وطاهر مطهر مَكْرُوه وَهُوَ المَاء المشمس) هَذَا هُوَ الْقسم الثَّانِي من أَقسَام المَاء وَهُوَ المشمس وَهُوَ طَاهِر فِي نَفسه لم يلق نَجَاسَة ومطهر أَي يرفع الْحَدث ويزيل النَّجس لبَقَاء إِطْلَاق اسْم المَاء عَلَيْهِ وَهل يكره فِيهِ الْخلاف الْأَصَح عِنْد الرَّافِعِيّ أَنه يكره وَهُوَ الَّذِي جزم بِهِ المُصَنّف وَاحْتج لَهُ الرَّافِعِيّ بِأَن رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم
(نهى عَائِشَة رَضِي الله عَنْهَا عَن المشمس وَقَالَ إِنَّه يُورث البرص وَعَن ابْن عَبَّاس رَضِي الله تَعَالَى عَنْهُمَا أَن رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم قَالَ
(من اغْتسل بِمَاء مشمس فَأَصَابَهُ وضح فَلَا يَلُومن إِلَّا نَفسه) وَكَرِهَهُ عمر رَضِي الله تَعَالَى عَنهُ وَقَالَ إِنَّه يُورث البرص فعلى هَذَا إِنَّمَا يكره المشمس بِشَرْطَيْنِ
أَحدهمَا أَن يكون التشميس فِي الْأَوَانِي المنطبعة كالنحاس وَالْحَدِيد والرصاص لِأَن الشَّمْس إِذا أثرت فِيهَا خرج مِنْهَا زهومة تعلو على وَجه المَاء وَمِنْهَا يتَوَلَّد البرص وَلَا يَتَأَتَّى ذَلِك فِي إِنَاء الذَّهَب وَالْفِضَّة لصفاء جوهرهما لكنه يحرم استعمالهما على مَا يَأْتِي ذكره فَلَو صب المَاء المشمس من إِنَاء الذَّهَب وَالْفِضَّة فِي إِنَاء مُبَاح لَا يكره لفقد الزهومة وَكَذَا لَا يكره فِي أواني الخزف وَغَيرهَا لفقد الْعلَّة الشَّرْط الثَّانِي أَن يَقع التشميس فِي الْبِلَاد الشَّدِيدَة الْحَرَارَة دون الْبَارِدَة والمعتدلة فَإِن تَأْثِير الشَّمْس فيهمَا ضَعِيف وَلَا فرق بَين أَن يقْصد التشميس أم لَا لوُجُود الْمَحْذُور وَلَا يكره المشمس فِي الْحِيَاض والبرك بِلَا خلاف وَهل الْكَرَاهَة شَرْعِيَّة أَو إرشادية فِيهَا وَجْهَان أصَحهمَا فِي شرح الْمُهَذّب أَنَّهَا شَرْعِيَّة فعلى هَذَا يُثَاب على ترك اسْتِعْمَاله وعَلى الثَّانِي وَهِي أَنَّهَا إرشادية لَا يُثَاب فِيهَا لِأَنَّهَا من وجهة الطِّبّ وَقيل إِن المشمس لَا يكره مُطلقًا وَعَزاهُ الرَّافِعِيّ إِلَى الْأَئِمَّة الثَّلَاثَة قَالَ النَّوَوِيّ فِي زِيَادَة الرَّوْضَة وَهُوَ الرَّاجِع من حَيْثُ الدَّلِيل وَهُوَ مَذْهَب أَكثر الْعلمَاء وَلَيْسَ للكراهية دَلِيل يعْتَمد وَإِذا قُلْنَا بِالْكَرَاهَةِ فَهِيَ كَرَاهَة تَنْزِيه لَا تمنع صِحَة الطَّهَارَة وَيخْتَص اسْتِعْمَاله بِالْبدنِ وتزول بالتبريد على الْأَصَح وَفِي الثَّالِث يُرَاجع الْأَطِبَّاء وَالله أعلم انْتهى وَمَا صَححهُ من زَوَال الْكَرَاهِيَة بالتبريد قد صحّح الرَّافِعِيّ فِي الشَّرْح الصَّغِير بقاءها وَقَالَ فِي شرح الْمُهَذّب الصَّوَاب أَنه لَا يكره وَحَدِيث عَائِشَة هَذَا ضَعِيف بِاتِّفَاق الْمُحدثين وَمِنْهُم من جعله مَوْضُوعا وَكَذَا مَا رَوَاهُ الشَّافِعِي عَن عَمْرو الْخطاب أَنه يُورث البرص ضَعِيف لِاتِّفَاق الْمُحدثين على تَضْعِيف إِبْرَاهِيم بن مُحَمَّد وَحَدِيث ابْن عَبَّاس غير مَعْرُوف وَالله أعلم وَمَا ذكره من أثر عمر رَضِي الله عَنهُ فَمَمْنُوع ودعواه الِاتِّفَاق على تَضْعِيف إِبْرَاهِيم أحد الروَاة غير مُسلم فَإِن الشَّافِعِي وَثَّقَهُ وَفِي تَوْثِيق الشَّافِعِي كِفَايَة وَقد وَثَّقَهُ غير وَاحِد من الْحفاظ وَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ بِإِسْنَاد آخر صَحِيح قَالَ النَّوَوِيّ فِي زِيَادَة الرَّوْضَة وَيكرهُ شَدِيد الْحَرَارَة والبرودة وَالله أعلم وَالْعلَّة فِيهِ عدم الإسباغ وَقَالَ فِي آبار ثَمُود إِنَّه مَنْهِيّ عَنْهَا فَأَقل الْمَرَاتِب أَنه يكره اسْتِعْمَالهَا قَالَ
(وطاهر غير مطهر وَهُوَ المَاء الْمُسْتَعْمل)
هَذَا هُوَ الْقسم الثَّالِث من أَقسَام المَاء وَهُوَ المَاء الْمُسْتَعْمل فِي رفع الْحَدث أَو إِزَالَة النَّجس إِذا لم يتَغَيَّر وَلَا زَاد وَزنه فَهُوَ طَاهِر لقَوْله عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَام
(خلق الله المَاء طهُورا لاينجسه شَيْء إِلَّا مَا غير طعمه أَو رِيحه) وَفِي رِوَايَة
(أَو لَونه) وَهُوَ ضَعِيف وَالثَّابِت
(طعمه أَو رِيحه) فَقَط وَهل هُوَ طهُور يرفع الْحَدث ويزيل النَّجس أَيْضا فِيهِ خلاف الْمَذْهَب أَنه غير طهُور لِأَن الصَّحَابَة رَضِي الله تَعَالَى عَنْهُم مَعَ شدَّة اعتنائهم بِالدّينِ مَا كَانُوا يجمعونه ليتوضؤوا بِهِ ثَانِيًا وَلَو كَانَ ذَلِك سائغاً لفعلوه وَاخْتلف الْأَصْحَاب فِي عِلّة منع اسْتِعْمَاله ثَانِيًا وَالصَّحِيح أَنه تأدى بِهِ فرض وَقيل إِنَّه تأدى بِهِ عبَادَة وَتظهر فَائِدَة الْخلاف فِي صُورَتَيْنِ الأولى فِيمَا اسْتعْمل فِي نفل الطَّهَارَة كتجديد الْوضُوء والأغسال المسنونة والغسلة الثَّانِيَة وَالثَّالِثَة فعلى الصَّحِيح يكون المَاء طهُورا لِأَنَّهُ لم يتأد بِهِ فرض وعَلى الضَّعِيف لَا يكون طهُورا لِأَنَّهُ تأدى بِهِ عبَادَة وَلَا خلاف أَن مَاء الرَّابِعَة طهُور على العلتين لِأَنَّهُ لم يتأد بِهِ فرض وَلَا هِيَ مَشْرُوعَة والغسلة الأولى غير طهُور على العلتين لتأدى الْفَرْض وَالْعِبَادَة بِمَائِهَا الصُّورَة الثَّانِيَة المَاء الَّذِي اغْتَسَلت بِهِ الْكِتَابِيَّة عَن الْحيض لتحل لزَوجهَا الْمُسلم هَل هُوَ طهُور يَنْبَنِي على أَنَّهَا لَو أسلمت هَل يلْزمهَا إِعَادَة الْغسْل فِيهِ خلاف إِن قُلْنَا لَا يلْزمهَا فَهُوَ غير طهُور وَإِن قُلْنَا يلْزمهَا إِعَادَة الْغسْل وَهُوَ الصَّحِيح فَفِي المَاء الَّذِي استعملته حَال الْكفْر وَجْهَان بينان على العلتين إِن قُلْنَا إِن الْعلَّة تأدى الْفَرْض فالماء غير طهُور وَإِن قُلْنَا إِن الْعلَّة تأدى الْعِبَادَة فَهُوَ طهُور لِأَن الْكَافِرَة لَيست من أهل الْعِبَادَة وَاعْلَم أَن الزَّوْجَة الْمَجْنُونَة إِذا حَاضَت وغسلها زَوجهَا حكمهَا حكم الْكَافِرَة فِيمَا ذَكرْنَاهُ وَهِي مَسْأَلَة حَسَنَة ذكرهَا الرَّافِعِيّ فِي صفة الْوضُوء وأسقطها النَّوَوِيّ من الرَّوْضَة وَاعْلَم أَن المَاء الَّذِي تَوَضَّأ بِهِ الصَّبِي غير طهُور وَكَذَا المَاء الَّذِي يتَوَضَّأ بِهِ المنتفل وَكَذَا من لَا يعْتَقد وجوب النِّيَّة على الصَّحِيح فِي الْجَمِيع ثمَّ مَا دَامَ المَاء متردداً على الْعُضْو لَا يثبت لَهُ حكم الِاسْتِعْمَال وَلَو جرى المَاء من عُضْو المتوضيء إِلَى عُضْو آخر صَار مُسْتَعْملا حَتَّى لَو انْتقل من إِحْدَى الْيَدَيْنِ إِلَى الْأُخْرَى صَار مُسْتَعْملا وَلَو انْتقل المَاء الَّذِي يغلب فِيهِ الِانْتِقَال من عُضْو إِلَى مَوضِع آخر من ذَلِك الْعُضْو كالحاصل عِنْد نَقله من الْكَفّ إِلَى الساعد ورده إِلَى الْكَفّ وَنَحْوه لَا يضر انْتِقَاله وَإِن خرقه الْهَوَاء وَهِي مَسْأَلَة حَسَنَة ذكرهَا الرَّافِعِيّ فِي آخر الْبَاب الثَّانِي من أَبْوَاب التَّيَمُّم وأهملها النَّوَوِيّ إِلَّا أَنه ذكر هُنَا من زِيَادَة الرَّوْضَة أَنه لَو انْفَصل المَاء من بعض أَعْضَاء الْجنب إِلَى بَعْضهَا وَجْهَيْن الْأَصَح عِنْد
الْمَاوَرْدِيّ وَالرُّويَانِيّ أَنه لَا يضر وَلَا يصير مُسْتَعْملا وَالرَّاجِح عِنْد الخراسانيين أَنه يصير مُسْتَعْملا وَقَالَ الإِمَام إِن نَقله قصدا صَار مُسْتَعْملا وَإِلَّا فَلَا وَصحح النَّوَوِيّ فِي التَّحْقِيق أَنه يصير مُسْتَعْملا وَصحح ابْن الرّفْعَة أَنه لَا يصير مُسْتَعْملا وَلَو انغمس جنب فِي مَاء دون قُلَّتَيْنِ وَعم جَمِيع بجدنه ثمَّ نوى ارْتَفَعت جنابته بِلَا خلاف وَصَارَ المَاء مُسْتَعْملا بِالنِّسْبَةِ إِلَى غَيره وَلَا يصير مُسْتَعْملا بِالنِّسْبَةِ إِلَيْهِ صرح بِهِ الْخَوَارِزْمِيّ حَتَّى إِنَّه قَالَ لَو أحدث حَدثا ثَانِيًا حَال انغماسه جَازَ ارتفاعه بِهِ وَإِن نوى الْجنب قبل تَمام الانغماس ارْتَفَعت جنابته عَن الْجُزْء الملاقى للْمَاء بِلَا خلاف وَلَا يصير المَاء مُسْتَعْملا بل لَهُ أَن يتم الانغماس وترتفع عَنهُ الْجَنَابَة عَن الْبَاقِي على الصَّحِيح الْمَنْصُوص وَالله أعلم قَالَ
(والمتغير بِمَا خالطه من الطاهرات) هَذَا من تَتِمَّة الْقسم الثَّالِث وَتَقْدِير الْكَلَام وَالْمَاء الْمُتَغَيّر بِشَيْء من الطاهرات طَاهِر فِي نَفسه غير مطهر كَالْمَاءِ الْمُسْتَعْمل وضابطه أَن كل تغير يمْنَع اسْم المَاء الْمُطلق يسلب الطّهُورِيَّة وَإِلَّا فَلَا فَلَو تغير تغيراً يَسِيرا فَالْأَصَحّ أَنه طهُور لبَقَاء الِاسْم وَقَوله بِمَا خالطه احْتِرَازًا عَمَّا إِذا تغير بِمَا يجاوره وَلَو كَانَ تغيراً كثيرا فَإِنَّهُ بَاقٍ على طهوريته كَمَا إِذا تغير بدهن أَو شمع وَهَذَا هُوَ الصَّحِيح لبَقَاء اسْم المَاء وَلَا بُد أَن يكون الْوَاقِع فِي المَاء مِمَّا يسْتَغْنى عَنهُ كالزعفران والجص وَنَحْوهمَا أما إِذا كَانَ التَّغَيُّر بِمَا لَا يَسْتَغْنِي المَاء عَنهُ كالطين والطحلب والنورة والزرنيخ وَغَيرهمَا فِي مقرّ المَاء وممره والمتغير بطول الْمكْث فَإِنَّهُ طهُور للعسر وَبَقَاء اسْم المَاء وَيَكْفِي فِي التَّغَيُّر أحد الْأَوْصَاف الثَّلَاثَة الطّعْم أَو اللَّوْن أَو الرَّائِحَة على الصَّحِيح وَفِي وَجه ضَعِيف يشْتَرط اجتماعها وَلَا فرق بَين التَّغَيُّر الْمشَاهد أَو التَّغَيُّر الْمَعْنَوِيّ كَمَا إِذا اخْتَلَط بِالْمَاءِ مَا يُوَافقهُ فِي صِفَاته مَاء الْورْد الْمُنْقَطع الرَّائِحَة وَمَاء الشّجر وَالْمَاء الْمُسْتَعْمل فَإنَّا نقدر أَن لَو كَانَ الْوَاقِع يُغَيِّرهُ بِمَا يدْرك بالحواس ويسلبه الطّهُورِيَّة فَإنَّا نحكم بسلب طهورية هَذَا المَاء الَّذِي وَقع فِيهِ من الْمَائِع مَا يُوَافقهُ فِي صِفَاته وَإِلَّا فَلَا يسلبه الطّهُورِيَّة وَلَو تغير المَاء بِالتُّرَابِ الْمَطْرُوح فِيهِ قصدا فَهُوَ طهُور على الصَّحِيح والمتغير بالملح فِيهِ أوجه أَصَحهَا يسلب طهوريته الْجبلي دون المائي وَلَو تغير المَاء بأوراق الْأَشْجَار المتناثرة بِنَفسِهَا إِن لم تتفتت فِي المَاء فَهُوَ طهُور على الْأَظْهر وَإِن تفتتت واختلطت فأوجه الْأَصَح أَنه بَاقٍ على طهوريته لعسر الِاحْتِرَاز عَنْهَا فَلَو طرحت الأوراق فِي المَاء قصدا وَتغَير بهَا فَالْمَذْهَب أَنه غير طهُور سَوَاء طرحها فِي المَاء صَحِيحَة أَو مدقوقة وَالله أعلم قَالَ
(وَمَاء نجس وَهُوَ الَّذِي حلت فِيهِ نجاسه وَهُوَ دون الْقلَّتَيْنِ أَو كَانَ قُلَّتَيْنِ فَتغير)
هَذَا هُوَ الْقسم الرَّابِع من الْمِيَاه وَهُوَ كَمَا ذكر يَنْقَسِم إِلَى قَلِيل وَكثير فَأَما الْقَلِيل فينجس بملاقاة لنجاسة المؤثرة سَوَاء تغير أم لَا كَمَا أطلقهُ الشَّيْخ لمَفْهُوم قَوْله عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَام
(إِذا بلغ المَاء
قُلَّتَيْنِ لم يجمل خبثاً) وَفِي رِوَايَة
(نجسا) فَدلَّ الحَدِيث بمفهومه على أَنه إِذا كَانَ دون قُلَّتَيْنِ يتأثر بِالنَّجَاسَةِ وَاحْترز بِالنَّجَاسَةِ المؤثرة عَن غير المؤثرة قَالَ النَّوَوِيّ فِي الرَّوْضَة كالميتة الَّتِي لَا نفس لَهَا سَائِلَة مثل الذُّبَاب والخنافس وَنَحْوهَا وكالنجاسة الَّتِي لَا يُدْرِكهَا الطّرف لعُمُوم الْبلوى بِهِ وكما إِذا وَقع الذُّبَاب على نَجَاسَة ثمَّ سقط فِي المَاء ورشاش الْبَوْل الَّذِي لَا يُدْرِكهُ الطّرف فيعفى عَنهُ وكما إِذا ولغت الْهِرَّة الَّتِي تنجس فمها ثمَّ غَابَتْ وَاحْتمل طَهَارَة فمها فَإِن المَاء الْقَلِيل لَا ينجس فِي هَذِه الصُّور وَيسْتَثْنى أَيْضا الْيَسِير من الشّعْر النَّجس فَلَا ينجس المَاء الْقَلِيل صرح بِهِ النَّوَوِيّ فِي بَاب الْأَوَانِي من زِيَادَته وَنَقله عَن الْأَصْحَاب قَالَ
(وَلَا يخْتَص بِشعر الْآدَمِيّ فِي الْأَصَح) أَي تَفْرِيعا على نَجَاسَة شعر الْآدَمِيّ ثمَّ قَالَ
(وَيعرف الْيَسِير بِالْعرْفِ)
قَالَ الإِمَام لَعَلَّه الَّذِي يغلب انتتافه لكنه قَالَ فِي شرح الْمُهَذّب يُعْفَى عَن الشعرة والشعرتين وَالثَّلَاث وَيسْتَثْنى أَيْضا الْحَيَوَان إِذا كَانَ على منفذه نَجَاسَة ثمَّ وَقع فِي المَاء فَإِنَّهُ لَا يُنجسهُ على الْأَصَح لمَشَقَّة صونه ذكره الرَّافِعِيّ فِي شُرُوط الصَّلَاة بِخِلَاف لَو كَانَ مستجمراً بِحجر فَإِنَّهُ يُنجسهُ بِلَا خلاف كَمَا قَالَ فِي شرح الْمُهَذّب فَإِن المستجمر بِالْحجرِ وَنَحْوه يُمكنهُ الِاحْتِرَاز وَيسْتَثْنى أَيْضا مَا إِذا أكل الصَّبِي شَيْئا نجسا ثمَّ غَابَ وَاحْتمل طَهَارَة فَمه كالهرة فَإِنَّهُ لَا ينجس المَاء الْقَلِيل ذكر ذَلِك ابْن الصّلاح وَهِي مَسْأَلَة حَسَنَة
وَقَالَ مَالك رَحمَه الله تَعَالَى المَاء الْقَلِيل لَا ينجس إِلَّا بالتغير كالكثير وَهُوَ وَجه فِي مَذْهَبنَا وَاخْتَارَهُ الرَّوْيَانِيّ وَفِي قَول قديم أَن المَاء الْجَارِي لَا ينجس إِلَّا بالتغير وَاخْتَارَهُ جمَاعَة مِنْهُم الْغَزالِيّ والبيضاوي فِي كِتَابه غَايَة القصوى وَهُوَ قوي من حَيْثُ النّظر لِأَن دلَالَة
(خلق الله المَاء طهُورا) دلَالَة نطق وَهِي أرجح من دلَالَة الْمَفْهُوم فِي قَوْله عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَام
(إِذا بلغ المَاء قُلَّتَيْنِ) الحَدِيث وَأما الْكثير وَهُوَ قلتان فَصَاعِدا فَلَا ينجس إِلَّا بالتغير بِالنَّجَاسَةِ لقَوْله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم
(خلق الله المَاء طهُورا) الحَدِيث وَالْإِجْمَاع مُنْعَقد على نَجَاسَته بالتغير ثمَّ لَا فرق بَين التَّغَيُّر الْيَسِير وَالْكثير سَوَاء تغير الطّعْم أَو اللَّوْن أَو الرَّائِحَة وَهَذَا لَا اخْتِلَاف فِيهِ هُنَا بِخِلَاف مَا مر فِي التَّغَيُّر بالطاهر وَسَوَاء كَانَت
النَّجَاسَة الملاقية للْمَاء مُخَالطَة أَو مجاورة فِي وَجه شَاذ أَن النَّجَاسَة الْمُجَاورَة لَا تنجسه وَقَوله حلت فِيهِ نَجَاسَة احْتَرز بِهِ عَمَّا لَو تروح المَاء بجيفة ملقاة على شط المَاء فَإِنَّهُ لَا ينجس لعدم الملاقاة وَقَوله فَتغير احْتَرز بِهِ عَمَّا إِذا لم يتَغَيَّر المَاء الْكثير بِالنَّجَاسَةِ وَقد تكون قَليلَة وتستهلك فِي المَاء فَإِنَّهُ لَا ينجس وَيسْتَعْمل جَمِيع المَاء على الْمَذْهَب الصَّحِيح وَفِي وَجه يبْقى قدر النَّجَاسَة وَلَو وَقع فِي الماءالكثير نَجَاسَة توافقه فِي صِفَاته كبول مُنْقَطع الرَّائِحَة فَإنَّا نقدره على مَا تقدم فِي الطهارات وَلَو وَقع فِي المَاء الْكثير نَجَاسَة جامدة فَقَوْلَانِ الْأَظْهر أَنه يجوز لَهُ أَن يغترف من أَي مَوضِع شَاءَ وَلَا يجب التباعد لِأَنَّهُ طَاهِر كُله وَالْقَوْل الآخر أَنه يتباعد عَن النَّجَاسَة قدر قُلَّتَيْنِ وَلَو تغير بعض المَاء الْكثير فَالْأَصَحّ فِي الرَّافِعِيّ الْكَبِير نَجَاسَة جَمِيع المَاء وَالأَصَح فِي زِيَادَة الرَّوْضَة إِن كَانَ الْبَاقِي دون قُلَّتَيْنِ فنجس وَإِلَّا فطاهر وَرجحه الرِّفَاعِي فِي الشَّرْح الصَّغِير وَالله أعلم
(فرع) فِي زِيَادَة الرَّوْضَة إِذا وَقع فِي المَاء نَجَاسَة وَشك هَل هُوَ قلتان أم لَا فَالَّذِي جزم بِهِ الْمَاوَرْدِيّ وَغَيره أَنه نجس لتحَقّق النَّجَاسَة وَللْإِمَام فِيهِ احْتِمَال وَالْمُخْتَار بل الصَّوَاب الْجَزْم بِطَهَارَتِهِ لِأَن الأَصْل طَهَارَته وَلَا يلْزم من النجاية التنجس وَالله أعلم قَالَ
(والقلتان خَمْسمِائَة رَطْل بالعراقي تَقْرِيبًا فِي الْأَصَح) لما روى الْمَاوَرْدِيّ عَن عبد الله بن عمر رَضِي الله تَعَالَى عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم
(إِذا بلغ المَاء قُلَّتَيْنِ بقلال هجر لَا يُنجسهُ شَيْء) قَالَ الشَّافِعِي رَضِي الله عَنهُ قَالَ ابْن جريج رَأَيْت قلال هجر والقلة تسع قربتين أَو قربتين وشيئاً فاحتاط الشَّافِعِي رَضِي الله تَعَالَى عَنهُ وَجعل الشَّيْء نصفا والقربة لَا تزيد فِي الْغَالِب على مائَة رَطْل وَحِينَئِذٍ فجملة ذَلِك خمس قرب وَهِي خَمْسمِائَة رَطْل بالعراقي وَهل ذَلِك على سَبِيل التَّقْرِيب أَو التَّحْدِيد الْأَصَح أَنه على سَبِيل التَّقْرِيب فعلى هَذَا الْأَصَح أَنه لَا يضر نُقْصَان قدر لَا يظْهر بنقصه تفَاوت فِي التَّغَيُّر بِقدر من الْمُغيرَات مِثَاله لَو وَضعنَا قدر رَطْل من الْمُغيرَات فِي خَمْسمِائَة رَطْل مَا تأثرت وَلَو نقصنا من مَاء آخر قدر رطلين مثلا أَو ثَلَاثَة وَهِي خَمْسمِائَة رَطْل ووضعنا رَطْل مَا تأثرت فَهَذَا النُّقْصَان لَا يُؤثر فَلَو وَضعنَا قدر رَطْل من الْمُغيرَات فِي خَمْسمِائَة رَطْل إِلَّا خَمْسَة أَرْطَال مثلا فأثر قُلْنَا هَذَا النَّقْص يُؤثر وعَلى قَول التَّحْدِيد يضر أَي نقص كَانَ كنصب الزَّكَاة وَقيل يُعْفَى عَن نقص رطلين وَقيل ثَلَاثَة وَنَحْوهَا وَقدر الْقلَّتَيْنِ بالمساحة ذِرَاع وَربع طولا وعرضاً وعمقاً وقدرهما بالدمشقي مائَة رَطْل وَثَمَانِية أَرْطَال وثلثي رَطْل تَقْرِيبًا على قَول الرَّافِعِيّ أَن رَطْل بَغْدَاد مائَة وَثَلَاثُونَ درهما وَالله أعلم قَالَ
Posting Komentar