LfzVJj0YR3boMK1tn4hfkSI1wQKdumXVIf1BgRbR
Bookmark

Menjelaskan hukum-hukum ‘ariyah (Meminjam)


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bismillahirrahmanirrahim

"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang"

  • Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qorib (Fath Al-Qarib)
  • Syarh dari: Kitab Matan Taqrib Abu Syujak
  • Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar
  • Pengarang: Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili Abu Abdillah Syamsuddin
  • Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i


(فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصا)

قال المصنف رحمه الله تعالى ونفعنا به وبعلومه في الدارين أمين

Jangan lupa ikuti terus blog ini, Kali ini kita membahas tentang 
Menjelaskan hukum-hukum ‘ariyah (Meminjam)

Menjelaskan hukum-hukum ‘ariyah.



(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ (الْعَارِيَةِ)
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum ‘ariyah.


وَهِيَ بِتَشْدِيْدِ الْيَاءِ فِيْ الْأَصَحِّ مَأْخُوْذٌ مِنْ عَارَ إِذَا ذَهَبَ
Lafadz “’ariyyah” dengan ditasydid huruf ya’nya menurut pendapat ashah, adalah lafadz yang diambil dari kata-kata “’ara ‘idza dzahaba (sesuatu terbang ketika pergi).”


وَحَقِيْقَتُهَا الشَّرْعِيَّةُ إِبَاحَةُ الْاِنْتِفَاعِ مِنْ أَهْلِ التَّبَرُّعِ بِمَا يَحِلُّ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ لِيَرُدَّهُ عَلَى الْمُتَبَرِّعِ
Hakikat ‘ariyah secara syareat adalah izin untuk memanfaatkan yang dilakukan oleh orang yang sah bersedekah sunnah terhadap sesuatu yang halal untuk dimanfaatkan tanpa mengurangi barangnya agar bisa dikembalikan pada orang yang melakukan perbuatan sunnah tersebut.


Syarat Orang Yang Meminjamkan


وَشَرْطُ الْمُعِيْرِ صِحَّةُ تَبَرُّعِهِ وَكَوْنُهُ مَالِكًا لِمَنْفَعَةِ مَا يُعِيْرُهُ
Syarat orang yang meminjamkan adalah sah tabarru’nya, dan ia adalah pemilik manfaat barang yang ia pinjamkan.


فَمَنْ لَا يَصِحُّ تَبَرُّعُهُ كَصَبِيٍّ وَمَجْنُوْنٍ لَا تَصِحُّ إِعَارَتُهُ
Sehingga, orang yang tidak sah tabarru’nya seperti anak kecil dan orang gila, maka meminjamkan yang ia lakukan hukumnya tidak sah.


وَمَنْ لَا يَمْلِكُ الْمَنْفَعَةَ كَمُسْتَعِيْرٍ لَا تَصِحُّ إِعَارَتُهُ إِلَّا بِإِذْنِ الْمُعِيْرِ
Dan orang yang tidak memiliki manfaat seperti orang yang meminjam, maka hukumnya tidak sah untuk meminjamkan barang yang ia pinjam kecuali dengan izin orang yang meminjamkan padanya.


Barang Yang Dipinjamkan


وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ ضَابِطَ الْمُعَارِ فِيْ قَوْلِهِ
Mushannif menyebutkan batasan barang pinjaman di dalam ucapan beliau,


(وَكُلُّ مَا أَمْكَنَ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ) مَنْفَعَةً مُبَاحَةً (مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ جَازَتْ إِعَارَتُهُ)
Setiap sesuatu yang bisa dimanfaatkan dengan kemanfaatan yang diperbolehkan -oleh syara’- tanpa mengurangi barangnya, maka boleh untuk dipinjamkan.


فَخَرَجَ بِمُبَاحٍ آلَةُ اللَّهْوِ فَلَا تَصِحُّ إِعَارَتُهَا
Dengan bahasa “diperbolehkan”, mengecualikan alat musik, maka hukumnya tidak sah untuk dipinjamkan.


وَبِبَقَاءِ عَيْنِهِ إِعَارَةُ الشُّمْعَةِ لِلْوُقُوْدِ فَلَا تَصِحُّ
Dengan keterangan “tanpa mengurangi barangnya”, mengecualikan meminjamkan lilin untuk dinyalakan, maka hukumnya tidak sah.


وَقَوْلُهُ (إِذَا كَانَتْ مَنَافِعُهُ آثَارًا) مُخْرِجٌ لِلْمَنَافِعِ الَّتِيْ هِيَ أَعْيَانٌ
Perkataan mushannif, “ketika manfaatnya berupa atsar”, mengecualikan manfaat-manfaat yang berupa barang.


كَإِعَارَةِ شَاةٍ لِلَبَنِهَا وَشَجَرَةٍ لِثَمْرَتِهَا وَنَحْوِ ذَلِكَ فَإِنَّهُ لَايَصِحُّ
Seperti meminjamkan kambing untuk diambil air susunya, pohon untuk diambil buahnya dan sesamanya, maka sesungguhnya hal tersebut hukumnya tidak sah.


فَلَوْ قَالَ لِشَخْصٍ خُذْ هَذِهَ الشَّاةَ فَقَدْ أَبَحْتُكَ دُرَّهَا وَنَسْلَهَا فَالْإِبَاحَةُ صَحِيْحَةٌ وَالشَّاةُ عَارِيَةٌ  
Sehingga, seandainya seseorang berkata pada orang lain, “ambillah kambing ini, sesungguhnya aku memperbolehkan padamu untuk mengambil air susunya dan anaknya,” maka hal tersebut adalah ibahah yang sah, sedangkan kambingnya berstatus barang pinjaman.


Waktu Peminjaman


(وَتَجُوْزُ الْعَارِيَةُ مُطْلَقًا) مِنْ غَيْرِ تَقْيِيْدٍ بِوَقْتٍ
Diperbolehkan melakukan akad ‘ariyah dengan cara mutlak tanpa dibatasi dengan waktu.


(وَمُقَيَّدًا بِمُدَّةٍ) أَيْ بِوَقْتٍ كَأَعَرْتُكَ هَذَا الثَّوْبَ شَهْرًا
Dan dengan cara dibatasi waktu seperti, “aku meminjamkan baju ini padamu selama sebulan.”


وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَتَجُوْزُ الْعَارِيَةُ مُطْلَقَةً وَمُقَيَّدَةً بِمُدَّةٍ
Dalam sebagian redaksi diungkapkan dengan bahasa, “boleh melakukan ‘ariyah dengan cara mutlak dan dengan dibatasi waktu.”


وَلِلْمُعِيْرِ الرُّجُوْعُ فِيْ كُلٍّ مِنْهُمَا مَتَى شَاءَ
Bagi orang yang meminjamkan diperkenankan untuk menarik kembali barang pinjamannya dalam masing-masing dua keadaan tersebut kapanpun ia menghendaki.


Status Akad Ariyyah


(وَهِيَ) أَيِ الْعَارِيَةُ إِذَا تَلِفَتْ لَا بِاسْتِعْمَالٍ مَأْذُوْنٍ فِيْهِ (مَضْمُوْنَةٌ عَلَى الْمُسْتَعِيْرِ بِقِيْمَتِهَا يَوْمَ تَلَفِهَا)
Barang pinjaman ketika rusak bukan karena penggunaan yang diberi izin, maka harus diganti oleh orang yang meminjam dengan ganti rugi berupa harga di hari kapan barang tersebut rusak.


لَا بِقِيْمَتِهَا يَوْمَ طَلَبِهَا وَلَا بِأَقْصَى الْقِيَمِ
Tidak dengan harga di hari saat memintanya dan tidak dengan harga tertinggi.


وَإِنْ تَلِفَتْ بِاسْتِعْمَالٍ مَأْذُوْنٍ فِيْهِ كَإِعَارَةِ ثَوْبٍ لِلَبْسِهِ فَانْسَحَقَ أَوِ انْمَحَقَ بِالْاِسْتِعْمَالِ فَلَا ضَمَانَ 
Jika rusak sebab penggunaan yang telah diizini seperti meminjamkan baju untuk dipakai kemudian nampak jelek atau sobek sebab penggunaan tersebut, maka tidak wajib mengganti bagi orang yang meminjam.

0

Posting Komentar