بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Bismillahirrahmanirrahim
"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang"
- Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qorib (Fath Al-Qarib)
- Syarh dari: Kitab Matan Taqrib Abu Syujak
- Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar
- Pengarang: Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili Abu Abdillah Syamsuddin
- Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i
(فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصا)
قال المصنف رحمه الله تعالى ونفعنا به وبعلومه في الدارين أمين
Menerangkan Wakalah
(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ الْوَكَالَةِ
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum wakalah.
وَهِيَ بِفَتْحِ الْوَاوِ وَكَسْرِهَا فِي اللُّغَةِ التَّفْوِيْضُ
Lafadz “wakalah” dengan terbaca fathah atau kasrah huruf waunya, secara bahasa memiliki arti memasrahkan.
وَفِيْ الشَّرْعِ تَفْوِيْضُ شَخْصٍ شَيْئًا لَهُ فِعْلُهُ مِمَّا يَقْبَلُ النِّيَابَةَ إِلَى غَيْرِهِ لِيَفْعَلَهُ حَالَ حَيَاتِهِ
Dan secara syara’ adalah pemasrahan seseorang terhadap sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dan bisa untuk digantikan kepada orang lain agar ia mengerjakannya saat orang yang memasrahkan masih hidup.
وَخَرَجَ بِهَذَا الْقَيِّدِ الْإِيْصَاءُ
Dengan qayyid ini (saat masih hidup), mengecualikan isha’ (wasiat).
Syarat Wakalah
وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ ضَابِطَ الْوَكَالَةَ فِي قَوْلِهِ
Mushannif menyebutkan batasan wakalah di dalam perkataan beliau, -di bawah ini-
(وَكُلُّ مَا جَازَ لِلْإِنْسَانِ التَّصَرُّفُ فِيْهِ بِنَفْسِهِ جَازَ لَهُ أَنْ يُوَكِّلَ) فِيْهِ غَيْرَهُ (أَوْ يَتَوَكَّلَ فِيْهِ) عَنْ غَيْرِهِ
Setiap sesuatu yang boleh dikerjakan sendiri oleh seseorang, maka baginya diperbolehkan untuk mewakilkan pada orang lain, atau menerima beban wakil dari orang lain untuk mengerjakan hal tersebut.
فَلَا يَصِحُّ مِنْ صَبِيٍّ أَوْ مَجْنُوْنٍ أَنْ يَكُوْنَ مُوَكِّلًا وَلَا وَكِيْلًا
Sehingga anak kecil dan orang gila tidak bisa menjadi orang yang mewakilkan atau menjadi wakil.
Syarat Pekerjaan Yang Diwakilkan
وَشَرْطُ الْمُوَكَّلِ فِيْهِ أَنْ يَكُوْنَ قَابِلًا لِلنِّيَابَةِ
Syarat pekerjaan yang diwakilkan harus bisa digantikan orang lain.
فَلَا يَصِحُّ التَّوْكِيْلُ فِيْ عِبَادَةٍ بَدَنِيَّةٍ إِلَّا الْحَجَّ وَتَفْرِقَةَ الزَّكَاةِ مَثَلًا
Sehingga tidak sah mewakilkan dalam ibadah badaniyah, kecuali ibadah haji dan membagikan zakat semisal.
وَأَنْ يَمْلِكَهُ فَلَوْ وَكَّلَ شَخْصًا فِيْ بَيْعِ عَبْدٍ سَيَمْلِكُهُ أَوْ فِيْ طَلَاقِ امْرَأَةٍ سَيَنْكِحُهَا بَطَلَ.
-syaratnya lagi- orang yang mewakilkan sudah memiliki hak atas apa yang akan diwakilkan. Sehingga seandainya seseorang mewakilkan pada orang lain untuk menjual budak yang baru akan dia miliki, atau mewakilkan untuk melakukan talak terhadap seorang wanita yang baru akan dia nikahi, maka akad wakalah tersebut batal.
Konsekwensi Wakalah
(وَالْوَكَالَةُ عَقْدٌ جَائِزٌ) مِنَ الطَّرَفَيْنِ
Wakalah adalah akad yang jaiz dari kedua belah pihak.
(وَ) حِيْنَئِذٍ (لِكُلٍّ مِنْهُمَا) أَيِ الْمُوَكِّلِ وَالْوَكِيْلِ (فَسْخُهَا مَتَى شَاءَ
Dengan demikian, maka masing-masing dari keduanya, maksudnya muwakkil dan wakil, diperkenankan merusak akad kapanpun mereka menghendaki.
وَتَنْفَسِخُ) الْوَكَالَةُ (بِمَوْتِ أَحَدِهِمَا) أَوْ جُنُوْنِهِ أَوْ إِغْمَائِهِ
Akad wakalah menjadi rusak sebab salah satu dari keduanya meninggal dunia, gila, atau pingsan.
(وَالْوَكِيْلُ آمِيْنٌ)
Wakil adalah orang yang dipercaya.
وَقَوْلُهُ (فِيْمَا يَقْبِضُهُ وَفِيْمَا يَصْرِفُهُ) سَاقِطٌ فِيْ أَكْثَرِ النَّسْخِ
Perkataan mushannif, “ pada barang yang ia terima dan tasharruf yang ia lakukan”, tidak tercantum di dalam kebanyakan redaksi.
(وَلَا يَضْمَنُ) الْوَكِيْلُ (إِلَّا بِالتَّفْرِيْطِ) فِيْمَا وُكِّلَ فِيْهِ
Seorang wakil tidak dibebani untuk menganti kecuali sebab teledor terhadap sesuatu yang diwakilkan padanya.
وَمِنَ التَّفْرِيْطِ تَسْلِيْمُهُ الْمَبِيْعَ قَبْلَ قَبْضِ ثَمَنِهِ
Diantara bentuk teledor adalah ia menyerahkan barang yang dijual sebelum menerima tsamannya.
Wakalah Dalam Bai’
(وَلَا يَجُوْزُ) لِلْوَكِيْلِ وَكَالَةً مُطْلَقَةً (أَنْ يَبِيْعَ وَيَشْتَرِيَ إِلَّا بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ)
Bagi wakil yang melakukan akad wakalah secara mutlak, tidak diperkenankan melakukan jual beli kecuali dengan tiga syarat :
أَحَدُهَا (أَنْ يَبِيْعَ بِثَمَنِ الْمِثْلِ) لَا بِدُوْنِهِ وَلَا بِغَبْنٍ فَاحِشٍ
Salah satunya adalah menjual dengan tsaman (harga) standar, maksudnya tidak di bawanya dan tidak dengan menanggung rugi yang terlalu parah.
وَهُوَ مَالَا يُحْتَمَلُ فِيْ الْغَالِبِ
Rugi yang terlalu parah adalah rugi yang tidak bisa ditolelir secara umum.
(وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَكُوْنَ) ثَمَنُ الْمِثْلِ (نَقْدًا)
Yang kedua, tsaman mitsli harus dibayar secara kontan.
فَلَا يَبِيْعُ الْوَكِيْلُ نَسِيْئَةً وَإِنْ كَانَ قَدْرَ ثَمَنِ الْمِثْلِ
Sehingga, bagi wakil tidak diperkenankan menjual dengan cara tempo walaupun dengan kadar tsaman mitsli.
(وَ) الثَّالِثُ (أَنْ يَكُوْنَ) النَّقْدُ (بِنَقْدِ الْبَلَدِ)
Yang ke tiga, pembayaran kontan harus dengan mata uang negara tersebut.
فَلَوْ كَانَ فِي الْبَلَدِ نَقْدَانِ بَاعَ بِالْأَغْلَبِ مِنْهُمَا
Seandainya di negara tersebut terdapat dua mata uang, maka si wakil menjual dengan mata uang yang paling dominan digunakan dari kedua mata uang tersebut.
فَإِنِ اسْتَوَيَا بَاعَ بِالْأَنْفَعِ لِلْمُوَكِّلِ
Jika ukurannya sama, maka si wakil menjual dengan mata uang yang paling bermanfaat bagi muwakkil.
فَإِنِ اسْتَوَيَا تُخُيِّرَ
Jika tetap sama, maka ia diperkenankan memilih.
وَلَا يَبِيْعُ بِالْفُلُوْسِ وَإِنْ رَاجَتْ رَوَاجَ النُّقُوْدِ
Bagi wakil tidak diperkenankan menjual dengan uang receh walaupun laku seperti lakunya uang emas dan perak.
(وَلَا يَجُوْزُ أَنْ يَبِيْعَ) الْوَكِيْلُ بَيْعًا مُطْلَقًا (مِنْ نَفْسِهِ)
Bagi wakil tidak diperkenankan menjual pada dirinya sendiri secara mutlak.
وَلَا مِنْ وَلَدِهِ الصَّغِيْرِ وَلَوْ صَرَّحَ الْمُوَكِّلُ لِلْوَكِيْلِ فِيْ الْبَيْعِ مِنَ الصَّغِيْرِ كَمَا قَالَهُ الْمُتَوَلِّي خِلَافًا لِلْبَغَوِيِّ
Dan tidak boleh juga pada anaknya sendiri yang masih kecil walaupun muwakkil secara jelas memperkenankan pada wakil untuk menjual pada anak kecil sebagaimana yang disampaikan oleh imam al Mutawalli, berbeda dengan imam al Baghawi.
وَالْأَصَحُّ أَنَّهُ يَبِيْعُ لِأَبِيْهِ وَإِنْ عَلَا وَلِابْنِهِ الْبَالِغِ وَإِنْ سَفُلَ إِنْ لَمْ يَكُنْ سَفِيْهًا وَلَا مَجْنُوْنًا
Menurut pendapat ashah, sesungguhnya seorang wakil diperkenankan menjual pada orang tuanya walaupun hingga ke atas, dan pada anaknya yang sudah baligh walaupun sebawahnya jika si anak tidak dalam keadaan safih dan gila.
فَإِنْ صَرَّحَ الْمُوَكِّلُ بِالْبَيْعِ مِنْهُمَا صَحَّ جَزْمًا
Jika muwakkil secara jelas menyuruh menjual pada keduanya, maka hukumnya sah secara pasti.
Wakil Tidak Boleh Iqrar
(وَلَا يُقِرُّ) الْوَكِيْلُ (عَلَى مُوَكِّلِهِ)
Seorang wakil tidak diperkenankan melakukan iqrar yang memberatkan muwakilnya.
فَلَوْ وَكَّلَ شَخْصًا فِيْ خُصُوْمَةٍ لَمْ يَمْلِكِ الْإِقْرَارَ عَلَى الْمُوَكِّلِ وَلَا الْإِبْرَاءَ مِنْ دَيْنِهِ وَلَا الصُّلْحَ عَنْهُ
Sehingga, seandainya seseorang mewakilkan pada orang lain dalam urusan sengketa, maka si wakil tidak berhak melakukan iqrar yang memberatkan muwakkil, tidak berhak membebaskan hutang yang dimiliki muwakkil, dan tidak memiliki hak melakukan akad shuluh terhadap hutang tersebut.
وَقَوْلُهُ (إِلَّا بِإِذْنِهِ) سَاقِطٌ فِيْ بَعْضِ النُّسَخِ
Perkataan mushannif, “kecuali dengan izin muwakkil”, tidak tercantum di dalam sebagian redaksi.
وَالْأَصَحُّ أَنَّ التَّوَكُّلَ فِي الْإِقْرَارِ لَا يَصِحُّ
Menurut pendapat ashah, sesungguhnya mewakilkan iqrar hukumnya tidak sah.
Posting Komentar