LfzVJj0YR3boMK1tn4hfkSI1wQKdumXVIf1BgRbR
Bookmark

Menjelaskan hukum-hukum haidl, nifas dan istihadlah.



(فَصْلٌ) فِيْ بَيَانِ أَحْكَامِ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَالْاِسْتِحَاضَةِ

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum haidl, nifas dan istihadlah.


(وَيَخْرُجُ مِنَ الْفَرْجِ ثَلَاثَةُ دِمَاءٍ دَمُ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَالْاِسْتِحَاضَةِ.

Ada tiga macam darah yang keluar dari vagina perempuan, yaitu darah haidl, nifas dan istihadlah.



(فَالْحَيْضُ هُوَ) الدَّمُ (الْخَارِجُ) فِيْ سِنِّ الْحَيْضِ وَهُوَ تِسْعُ سِنِيْنَ فَأَكْثَرَ (مِنْ فَرْجِ الْمَرْأَةِ عَلَى سَبِيْلِ الصِّحَةِ) أَيْ لَا لِعِلَّةٍ بَلْ لِلْجِبِلَّةِ (مِنْ غَيْرِ سَبِيْلِ الْوِلَادَةِ)

Haidl adalah darah yang keluar dari vagina wanita pada usia haidl, yaitu usia sembilan tahun atau lebih, dalam keadaan sehat, yaitu tidak karena sakit akan tetapi pada batas kewajaran, bukan karena melahirkan.



وَقَوْلُهُ (وَلَوْنُهُ أَسْوَدُ مُحْتَدِمٌ لَذَّاعٌ) لَيْسَ فِيْ أَكْثَرِ نُسَخِ الْمَتْنِ وَفِي الصَّحَاحِ احْتَدَمَ دَمٌ اشْتَدَّتْ حُمْرَتُهُ حَتَّى اسْوَدَّ وَلَذَعَتْهُ النَّارُ حَتَّى احْرَقَتْهُ

Ucapan mushannif “dan berwarna hitam, terasa panas dan menyakitkan” tidak terdapat di kebanyakan redaksi matan. Dalam kitab as Shahhah terdapat keterangan “darah sangat panas, warnanya sangat merah hinggah berwarna hitam, api membakarnya hinggah api tersebut membakarnya”.



(وَالنِّفَاسُ هُوَ) الدَّمُ (الْخَارِجُ عَقِيْبَ الْوِلَادَةِ)

Nifas adalah darah yang keluar dari vagina perempuan setelah melahirkan.



فَالْخَارِجُ مَعَ الْوَلَدِ أَوْ قَبْلَهُ لَا يُسَمَّى نِفَاسًا

Sehingga darah yang keluar bersamaan dengan bayi atau sebelumnya, maka tidak disebut darah nifas.



وَزِيَادَةُ الْيَاءِ فِيْ عَقِيْبِ لُغَةٌ قَلِيْلَةٌ وَالْأَكْثَرُ حَذْفُهَا

Penambahan huruf ya’ di dalam lafadz “’aqibin” adalah bentuk bahasa yang sedikit terlaku, sedangkan yang lebih banyak adalah membuang huruf ya’.


(وَالْاِسْتِحَاضَةُ) أَيْ دَمُّهَا (هُوَ) الدَّمُّ (الْخَارِجُ فِيْ غَيْرِ أَيَّامِ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ) لَا عَلَى سَبِيْلِ الصِّحَةِ

Istihadlah, yaitu darah istihadlah adalah darah yang keluar dari vagina perempuan di selain hari-hari keluarnya darah haidl dan nifas, bukan dalam keadaan sehat.



(وَأَقَلُّ الْحَيْضِ) زَمَنًا (يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ) أَيْ مِقْدَارُ ذَلِكَ وَهُوَ أَرْبَعَةٌ وَعِشْرُوْنَ سَاعَةً عَلَى الْاِتَّصَالِ الْمُعْتَادِ فِيْ الْحَيْضِ

Minimal masa haidl adalah sehari semalam, maksudnya kadar sehari semalam, yaitu dua puluh empat jam secara bersambung yang biasa -tidak harus darah keluar dengan deras- di dalam haild.



(وَأَكْثَرُهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا) بِلَيَالِيْهَا

Maksimal masa haidl adalah lima belas hari lima belas malam.



فَإِنْ زَادَ عَلَيْهَا فَهُوَ اسْتِحَاضَةٌ 

Jika darah keluar melebihi masa di atas, maka disebut dengan darah istihadlah.



(وَغَالِبُهُ سِتٌّ أَوْ سَبْعٌ) وَالْمُعْتَمَدُ فِيْ ذَلِكَ الْإِسْتِقْرَاءِ

Masa keluarnya darah haidl yang sering terjadi adalah enam atau tujuh hari. Yang dibuat pegangan dalam hal ini adalah riset / penelitian.




(وَأَقَلُّ النِّفَاسِ لَحْظَةٌ) وَأُرِيْدَ بِهَا زَمَنٌ يَسِيْرٌ وَابْتِدَاءُ النِّفَاسِ مِنِ انْفِصَالِ الْوَلَدِ

Minimal masa nifas adalah lahdhah (sebentar). Yang dikehendaki dengan lahdhah adalah masa sebentar. Dan awal masa nifas terhitung sejak keluarnya seluruh badan bayi.




(وَأَكْثَرُهُ سِتُّوْنَ يَوْمًا وَغَالِبُهُ أّرْبَعُوْنَ يَوْمًا) وَالْمُعْتَمَدُ فِيْ ذَلِكَ الْاِسْتِقْرَاءِ أَيْضًا.

Maksimal masa nifas adalah enam puluh hari. Dan yang lumrah adalah empat puluh hari. Yang dibuat pegangan dalam semua itu juga penelitian.




(وَأَقَلُّ الطُّهْرِ) الْفَاصِلِ (بَيْنَ الْحَيْضَتَيْنِ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا)

Minimal masa suci yang memisahkan di antara dua haidl adalah lima belas hari.




وَاخَتَرَزَ الْمُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ بَيْنَ الْحَيْضَتَيْنِ عَنِ الْفَاصِلِ بَيْنَ حَيْضٍ وَنِفَاسٍ إِذَا قُلْنَا بِالْأَصَحِّ إِنَّ الْحَامِلَ تَحِيْضُ فَإِنَّهُ يَجُوْزُ أَنْ يَكُوْنَ دُوْنَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا

Dengan perkataannya “pemisah di antara dua haidl”, mushannif mengecualikan masa pemisah di antara haidl dan nifas, ketika kita berpendapat dengan qaul al Ashah yang mengatakan bahwa sesungguhnya wanita hamil bisa mengeluarkan darah haidl. Karena sesungguhnya masa suci yang memisahkan haidl dan nifas bisa kurang dari lima belas hari.




(وَلَا حَدَّ لِأَكْثَرِهِ) أَيِ الطُّهْرِ فَقَدْ تَمْكُثُ الْمَرْأَةُ دَهْرَهَا بِلَا حَيْضٍ

Tidak ada batas maksimal masa suci. Karena terkadang ada seorang wanita yang seumur hidup tidak pernah mengeluarkan darah haidl.




أَمَّا غَالِبُ الطُّهْرِ فَيُعْتَبَرُ بِغَالِبِ الْحَيْضِ فَإِنْ كَانَ الْحَيْضُ سِتًّا فَالطُّهْرُ أَرْبَعٌ وَعِشْرُوْنَ يَوْمًا أَوْ كَانَ الْحَيْضُ سَبْعًا فَالطُّهْرُ ثَلَاثَةَ عَشَرَ يَوْمًا

Adapun lumrahnya masa suci disesuaikan dengan lumrahnya masa haidl. Jika masa haidlnya lumrah enam hari, maka masa sucinya dua puluh empat hari. Atau masa haidlnya lumrah tujuh hari, maka masa sucinya tiga belas hari.




(وَأَقَلُّ زَمَنٍ تَحِيْضُ فِيْهِ الْمَرْأَةُ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ الْجَارِيَةُ (تِسْعُ سِنِيْنَ) قَمَرِيَّةٍ

Minimal usia seorang wanita bisa mengeluarkan darah haidl adalah sembilan tahun hijriyah / qomariyah. Dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa “al jariyah (wanita)”.




فَلَوْ رَأَتْهُ قَبْلَ تَمَامِ التِّسْعِ بِزَمَنٍ يَضِيْقُ عَنْ حَيْضٍ وَطُهْرٍ فَهُوَ حَيْضٌ وَإِلَّا فَلاَ

Sehingga, kalau ada seorang wanita yang melihat keluar darah sebelum sempurnanya usia sembilan tahun dengan selisih masa yang tidak cukup untuk masa minimal suci dan minimal haidl (sembilan tahun kurang 16 hari kurang sedikit), maka darah tersebut adalah darah haidl. Jika tidak demikian, maka bukan darah haidl.




(وَأَقَلُّ الْحَمْلِ) زَمَنًا (سِتَّةُ أَشْهُرٍ) وَلَحْظَتَانِ

Minimal masa hamil adalah enam bulan lebih lahdhatain (dua masa sebentar) -waktu untuk jima’ dan melahirkan-.




(وَأَكْثَرُهُ) زَمَنًا (أَرْبَعُ سِنِيْنَ وَغَالِبُهُ) زَمَنًا (تِسْعَةُ أَشْهُرٍ) وَالْمُعْتَمَدُ فِيْ ذَلِكَ الْوُجُوْدُ

Maksimal masa hamil adalah empat tahun. Masa hamil yang biasa terjadi adalah sembilan bulan. Yang dibuat pedoman dalam hal ini adalah kejadian nyata.





Hal-Hal yang Diharamkan Sebab Haidl dan Nifas




(وَيَحْرُمُ بِالْحَيْضِ وَالنِّفَاسٍ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَيَحْرُمُ عَلَى الْحَائِضِ (ثَمَانِيَةُ أَشْيَاءَ)

Ada delapan perkara yang haram sebab haidl dan nifas. Dalam sebagian redaksi diungkapkan dengan bahasa “ada delapan perkara yang haram bagi wanita haidl”.




أَحَدُهَا (الصَّلَاةُ) فَرْضًا أَوْ نَفْلًا وَكَذَا سَجْدَةُ التِّلَاوَةِ وَالشُّكْرِ

Salah satunya adalah sholat fardlu atau sunnah. Begitu juga sujud tilawah dan sujud syukur.




(وَ) الثَّانِيَ (الصَّوْمُ) فَرْضًا أَوْ نَفْلًا

Yang kedua adalah puasa fardlu atau sunnah.




(وَ) الثَّالِثُ (قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ وَ) الرَّابِعُ (مَسُّ الْمُصْحًفِ) وَهُوَ اسْمٌ لِلْمَكْتُوْبِ مِنْ كَلَامِ اللهِ تَعَالَى بَيْنَ الدَّفْتَيْنِ (وَحَمْلُهُ) إِلَّا إِذَا خَافَتْ عَلَيْهِ

yang ketiga adalah membaca Al Qur’an. Dan yang ke empat adalah memegang mushaf. Mushaf adalah nama benda yang bertuliskan firman Allah Swt di antara dua tepi. Dan haram membawa mushaf kecuali jika ia khawatir terhadapnya.




(وَ) الْخَامِسُ (دُخُولُ الْمَسْجِدِ) لِلْحَائِضِ إِنْ خَافَتْ تَلْوِيْثَهُ

Yang kelima adalah masuk masjid bagi wanita haidl jika khawatir mengotorinya.




(وَ) السَّادِسُ (الطَّوَافُ) فَرْضًا أَوْ نَفْلًا

Yang ke enam adalah thowaf fardlu atau sunnah.




(وَ) السَّابِعُ (الْوَطْءُ) وَيُسَنُّ لِمَنْ وَطِئَ فِيْ إِقْبَالِ الدَّمِّ التَّصَدُّقُ بِدِيْنَارٍ وَلِمَنْ وَطِئَ فِيْ إِدْبَارِهِ التَّصَدُّقُ بِنِصْفِ دِيْنًارٍ

Yang ke tujuh adalah wathi’ / bersenggama. Bagi orang yang wathi’ di waktu darah keluar deras, maka disunnahkan bersedekah satu dinar. Dan bagi orang yang wathi’ di waktu darah keluar tidak deras, maka disunnahkan bersedekah setengah dinar.




(وَ) الثَّامِنُ (الْاِسْتِمْتَاعُ بِمَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ) مِنَ الْمَرْأَةِ

Yang ke delapan adalah bersenang-senang dengan anggota wanita haidl yang berada di antara pusar dan lutut.




فَلَا يَحْرُمُ الْاِسْتِمْتَاعُ بِهِمَا وَلَا بِمَا فَوْقَهُمَا عَلَى الْمُخْتَارِ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ

Sehingga tidak haram bersenang-senang pada pusar dan lutut, dan pada anggota selain keduanya menurut qaul yang dipilih di dalam kitab syarh al Muhadzdzab.




ثُمَّ اسْتَطْرَدَ الْمُصَنِّفُ لِذِكْرِ مَا حَقُّهُ أَنْ يُذْكَرَ فِيْمَا سَبَقَ فِيْ فَصْلِ مُوْجِبِ الْغُسْلِ

Kemudian mushannif menjelaskan keterangan yang seharusnya lebih tepat dijelaskan di bab sebelumnya, yaitu fasal “hal-hal yang mewajibkan mandi”.




فَقَالَ[1] (وَيَحْرُمُ عَلَى الْجُنُبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ:)

Beliau berkata, “ada lima perkara yang haram bagi orang yang junub”.




أَحَدُهَا (الصَّلَاةُ) فَرْضًا أَوْ نَفْلًا

Salah satunya adalah sholat fardlu atau sunnah.




(وَ) الثَّانِيْ (قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ) أَيْ غَيْرِ مَنْسُوْخِ التِّلَاوَةِ آيَةً كَانَ أَوْ حَرْفًا سِرًّا أَوْ جَهْرًا

Yang kedua adalah membaca Al Qur’an, maksudnya yang tidak dinusakh, baik satu ayat atau satu huruf, baik pelan-pelan ataupun keras.




وَخَرَجَ بِالْقُرْآنِ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيْلُ

Dikecualikan dengan Al Qur’an, yaitu kitab Taurat dan Injil.




أَمَّا أَذْكَارُ الْقُرْآنِ فَتَحِلُّ لَا بِقَصْدِ قُرْآنٍ

Adapun dzikiran yang terdapat di dalam Al Qur’an, maka halal dibaca tidak dengan tujuan membaca Al Qur’an.




(وَ) الثَّالِثُ (مَسُّ الْمُصْحَفِ وَحَمْلُهُ) مِنْ بَابِ أَوْلَى

Yang ketiga adalah menyentuh mushaf, dan terlebih membawanya.




(وَ) الرَّابِعُ (الطَّوَافُ) فَرْضًا أَوْ نَفْلًا

Yang ke empat adalah thowaf fardlu atau sunnah.




(وَ) الْخَامِسُ (الْلُبْثُ فِيْ الْمَسْجِد ِ) لِجُنُبٍ مُسْلِمٍ

Yang ke lima adalah berdiam diri di masjid bagi orang junub yang muslim.




إِلَّا لِضَرُوْرُةٍ كَمَنِ احْتَلَمَ فِيْ الْمَسْجِدِ وَتَعَذَّرَ عَلَيْهِ خُرُوْجُهُ مِنْهُ لِخَوْفٍ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ

Kecuali karena darurat, seperti orang yang mimpi keluar sperma di dalam masjid dan dia sulit keluar dari masjid karena khawatir pada diri atau hartanya.




أَمَّا عُبُوْرُ الْمَسْجِدِ مَارًّا بِهِ مِنْ غَيْرِ مُكْثٍ فَلَا يَحْرُمُ بَلْ وَلَا يُكْرَهُ فِي الْأَصَحِّ

Adapun lewat di dalam masjid tanpa berdiam diri, maka hukumnya tidak haram, bahkan tidak makruh bagi orang junub menurut pendapat al Ashah.




وَتَرَدُّدُ الْجُنُبِ فِي الْمَسْجِدِ بِمَنْزِلَةِ الْلُبْثِ

Mondar mandir di dalam masjid yang dilakukan orang yang junub itu seperti berdiam diri di dalam masjid.




وَخَرَجَ بِالْمَسْجِدِ الْمَدَارِسُ وَالرُّبُطُ.

Di kecualikan dengan masjid yaitu madrasah-madrasah dan pondok-pondok.




ثُمَّ اسْتَطْرَدَ الْمُصَنِّفُ أَيْضًا مِنْ أَحْكَامِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ إِلَى أَحْكَامِ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ

Kemudian mushannif juga istithrad dari menjelaskan hukum-hukum hadats besar pada hukum-hukum hadats kecil.




فَقَالَ (وَيَحْرُمُ عَلَى الْمٌحْدِثِ) حَدَثًا أَصْغَرَ (ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ:

Beliau berkata, haram bagi orang yang memiliki hadats untuk melakukan tiga perkara.




الصَّلَاةُ وَالطَّوَافُ وَمَسُّ الْمُصْحَفِ وَحَمْلُهُ)

Yaitu sholat, thowaf, memegang dan membawa mushaf.




وَكَذَا خَرِيْطَةٌ وَصُنْدُوْقٌ فِيْهِمَا مُصْحَفٌ

Begitu juga kantong dan peti yang di dalamnya terdapat mushaf.




وَيَحِلُّ حَمْلُهُ فِيْ أَمْتِعَةٍ وَفِيْ تَفْسِيْرٍ أَكْثَرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَفِيْ دَنَانِيْرَ وَدَرَاهِمَ وَخَوَاتِمَ نُقِّشَ عَلَى كُلٍّ مِنْهَا قُرْآنٌ

Hukumnya halal membawa mushaf bersamaan dengan harta benda, yang berada di dalam kitab tafsir yang jumlahnya lebih banyak dari pada Al Qur’annya, di dalam dinar, dirham, dan cincin yang berukirkan Al Qur’an.




وَلَا يُمْنَعُ الْمُمَيِّزُ الْمُحْدِثُ مِنْ مَسِّ مُصْحَفٍ وَلَوْحٍ لِدِرَاسَةٍ وَتَعَلُّمِ قُرْآنٍ.

Seorang anak yang sudah tamyiz dan memiliki hadats, maka tidak dilarang menyentuh mushaf dan papan karena tujuan membaca dan belajar Al Qur’an.


0

Posting Komentar