(Fasal) menjelaskan tentang tayammum.
(فَصْلٌ) فِي التَّيَمُّمِ
وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ تَقْدِيْمُ هَذَا الْفَصْلِ عَلَى الَّذِيْ قَبْلَهُ وَالتَّيَمُّمُ لُغَةً الْقَصْدُ وَشَرْعًا إِيْصَالُ تُرَابٍ طَهُوْرٍ لِلْوَجْهِ وَالْيَدَّيْنِ بَدَلًا عَنْ وُضُوْءٍ أَوْ غُسْلٍ أَوْ غَسْلِ عُضْوٍ بِشَرَائِطَ مَخْصُوْصَةٍ
(Fasal) menjelaskan tentang tayammum.
Dalam sebagian redaksi matan, mendahulukan fasal ini dari pada fasal sebelumnya.
Tayammum secara bahasa bermakna menyengaja.
Dan secara syara’ adalah mendatangkan debu suci mensucikan pada wajah dan kedua tangan sebagai pengganti dari wudlu’, mandi atau membasuh anggota dengan syarat-syarat tertentu.
Syarat-Syarat Tayammum
(وَشَرَائِطُ التَّيَمُّمِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ:) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ خَمْسُ خِصَالٍ أَحَدُهَا (وُجُوْدُ الْعُذْرِ بِسَفَرٍ أَوْ مَرَضٍ
وَ) الثَّانِيْ (دُخُوْلُ وَقْتِ الصَّلَاةِ) فَلَا يَصِحُّ التَّيَمُّمُ لَهَا قَبْلَ دُخُوْلِ وَقْتِهَا
(وَ) الثَّالِثُ (طَلَبُ الْمَاءِ) بَعْدَ دُخُوْلِ الْوَقْتِ بِنَفْسِهِ أَوْ بِمَنْ أَذِنَ لَهُ فِيْ طَلَبِهِ فَيَطْلُبُ الْمَاءَ مِنْ رَحْلِهِ وَرُفْقَتِهِ فَإِنْ كَانَ مُنْفَرِدًا نَظَرَ حَوَالَيْهِ مِنَ الْجِهَاتِ الْأَرْبَعِ إِنْ كَانَ بِمُسْتَوٍ مِنَ الْأَرْضِ فَإِنْ كَانَ فِيْهَا ارْتِفَاعٌ وَانْخِفَاضٌ تَرَدَّدَ قَدْرَ نَظَرِهِ
(وَ) الرَّابِعُ (تَعَذُّرُ اسْتِعْمَالِهِ) أَيِ الْمَاءِ بِأَنْ يَخَافَ مِنِ اسْتِعْمَالِ الْمَاءِ عَلَى ذَهَابِ نَفْسٍ أَوْ مَنْفَعَةِ عُضْوٍ وَيَدْخُلُ فِي الْعُذْرِ مَا لَوْ كَانَ بِقُرْبِهِ مَاءٌ وَخَافَ لَوْ قَصَدَهُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ سَبُعٍ أَوْ عَدُوٍّ أَوْ عَلَى مَالِهِ مِنْ سَارِقٍ أَوْ غَاصِبٍ وَيُوْجَدُ فِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ فِيْ هَذَا الشَّرْطِ زِيَادَةٌ بَعْدَ تَعَذُّرِ اسْتِعْمَالِهِ وَهِيَ (وَإِعْوَازُهُ بَعْدَ الطَّلَبِ).
(وَ) الْخَامِسُ (التُّرَابُ الطَّاهِرُ) أَيِ الطَّهُوْرُ غَيْرُ الْمَنْدِيِّ وَيَصْدُقُ الطَّاهِرُ بِالْمَغْصُوْبِ وَتُرَابِ مَقْبَرَةٍ لَمْ تُنْبَشْ وَيُوْجَدُ فِيْ بَعْضِ الْنَسْخِ زِيَادَةٌ فِيْ هَذَا الشَّرْطِ وَهِيَ (الَّذِيْ لَهُ غُبَارٌ فَإِنْ خَالَطَهُ جَصٌّ أَوْ رَمْلٍ لَمْ يَجُزْ)
وَهَذَا مُوَافِقٌ لِمَا قَالَهُ النَّوَاوِيُّ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَالتَّصْحِيْحِ لَكِنَّهُ فِي الرَّوْضَةِ وَالْفَتَاوَى جَوَّزَ ذَلِكَ وَيَصِحُّ التَّيَمُّمُ أَيْضًا بَرَمَلٍ فِيْهِ غُبَارٌ وَخَرَجَ بِقَوْلِ الْمُصَنِّفِ التُّرَابُ غَيْرُهُ كَنَوْرَةٍ وَسَحَاقَةِ خَزَفٍ وَخَرَجَ بِالطَّاهِرِ النَّجَسُ وَأَمَّا التُّرَابُ الْمُسْتَعْمَلُ فَلَا يَصِحُّ التَّيَمُّمُ بِهِ
Syarat-syarat tayammum ada lima perkara.
Dalam sebagian redaksi matan menggunakan bahasa “khamsu khishalin (lima hal)”.
Salah satunya adalah ada udzur sebab bepergian atau sakit.
Yang kedua adalah masuk waktu sholat.
Maka tidak sah tayammun untuk sholat yang dilakukan sebelum masuk waktunya.
Yang ketiga adalah mencari air setelah masuknya waktu sholat, baik diri sendiri atau orang lain yang telah ia beri izin.
Maka ia harus mencari air di tempatnya dan teman-temannya.
Jika ia sendirian, maka cukup melihat ke kanan kirinya dari ke empat arah, jika ia berada di dataran yang rata.
Jika ia berada di tempat yang naik turun, maka harus berkeliling ke tempat yang terjangkau oleh pandangan matanya.
Dan yang ke empat adalah sulit menggunakan air.
Dengan gambaran jika menggunakan air, ia khawatir akan kehilangan nyawa atau fungsi anggota badan.
Termasuk udzur adalah seandainya di dekatnya ada air, namun jika mengambilnya, ia khawatir pada dirinya dari binatang buas atau musuh, atau khawatir hartanya akan diambil oleh pencuri atau orang yang ghasab.
Di dalam sebagian redaksi matan, tepat di dalam syarat ini, di temukan tambahan setelah syarat sulit menggunakan air, yaitu membutuhkan air setelah berhasil mendapatkannya.
Yang kelima adalah debu suci, maksudnya debu suci mensucikan dan tidak basah.
Debu suci mencakup debu hasil ghasab dan debu kuburan yang tidak digali.
Di dalam sebagian redaksi matan, ditemukan tambahan di dalam syarat ini, yaitu debu yang memiliki ghubar.
Sehingga, jika debu tersebut tercampur oleh gamping atau pasir, maka tidak diperbolehkan.
Dan ini sesuai dengan pendapat imam an Nawawi di dalam kitab Syarh Muhadzdzab dan at Tashhih.
Akan tetapi di dalam kitab ar Raudlah dan al Fatawa, beliau memperbolehkan hal itu.
Dan juga sah melakukan tayammum dengan pasir yang ada ghubar-nya.
Dengan ungkapan mushannif “debu”, mengecualikan selain debu seperti gamping dan remukan genteng.Dikecualikan dengan debu yang suci yaitu debu najis.Adapun debu musta’mal, maka tidak syah digunakan tayammum.
Fardlu-Fardlu Tayammum
(وَفَرَائِضُهُ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ:)
أَحَدُهَا (النِّيَّةُ) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ أَرْبَعُ خِصَالٍ نِيَّةُ الْفَرْضِ فَإِنْ نَوَى الْمُتَيَمِّمُ الْفَرْضَ وَالنَّفْلَ اسْتَبَاحَهُمَا أَوِ الْفَرْضَ فَقَطْ اسْتَبَاحَ مَعَهُ النَّفْلَ وَصَلَاةَ الْجَنَائِزِ أَيْضًا أَوِ النَّفْلَ فَقَطْ لَمْ يَسْتَبِحْ مَعَهُ الْفَرْضَ وَكَذَا لَوْ نَوَى الصَّلَاةَ وَيَجِبُ قَرْنُ نِيَّةِ التَّيَمُّمِ بِنَقْلِ التُّرَابِ لِلْوَجْهِ وَالْيَدَّيْنِ وَاسْتِدَامَةِ هَذِهِ النِّيَّةِ إِلَى مَسْحِ شَيْئٍ مِنَ الْوَجْهِ وَلَوْ أَحْدَثَ بَعْدَ نَقْلِ التُّرَابِ لَمْ يَمْسَحْ بِذَلِكَ التُّرَابِ بَلْ يَنْقُلُ غَيْرَهُ
(وَ) الثَّانِيْ وَالثَّالِثُ (مَسْحُ الْوَجْهِ وَمَسْحُ الْيَدَّيْنِ مَعَ الْمِرْفَقَيْنِ) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ وَيَكُوْنُ مَسْحُهُمَا بِضَرْبَتَيْنِ وَلَوْ وَضَعَ يَدَّهُ عَلَى تُرَابٍ نَاعِمٍ فَعَلَقَ بِهَا تُرَابٌ مِنْ غَيْرِ ضَرْبٍ كَفَى
(وَ) الرَّابِعُ (التَّرْتِيْبُ) فَيَجِبُ تَقْدِيْمُ مَسْحِ الْوَجْهِ عَلَى مَسْحِ الْيَدَّيْنِ سَوَاءٌ تَيَمَّمَ عَنْ حَدَثٍ أَصْغَرَ أَوْ أَكْبَرَ وَلَوْ تَرَكَ التَّرْتِيْبَ لَمْ يَصِحَّ وَأَمَّا أَخْذُ التُّرَابِ لِلْوَجْهِ وَالْيَدَّيْنِ فَلَا يُشْتَرَطُ فِيْهِ تَرْتِيْبٍ وَلَوْ ضَرَبَ بِيَدِّهِ دَفْعَةً عَلَى تُرَابٍ وَمَسَحَ بِيَمِيْنِهِ وَجْهَهُ وَبِيَسَارِهِ يَمِيْنَهُ جَازَ .
Fardlunya tayammum ada empat perkara.
Salah satunya adalah niat.
Dalam sebagian redaksi matan, menggunakan bahasa “empat pekerjaan, yaitu niat fardlu”.
Jika orang yang melakukan tayammum niat fardlu dan sunnah, maka dia diperkenankan melakukan keduanya.
Atau niat fardlu saja, maka di samping fardlu tersebut, ia juga diperkenankan melakukan ibadah sunnah dan sholat jenazah.
Atau niat sunnah saja, maka ia tidak diperkenankan melakukan fardlu besertaan dengan ibadah sunnah, begitu juga seandainya ia niat sholat saja.
Dan wajib membarengkan niat tayammum dengan memindah debu pada wajah dan kedua tangan, dan melanggengkan niat hinggah mengusap sebagian wajah.
Seandainya dia hadats setelah memindah debu, maka tidak diperkenankan mengusap dengan debu tersebut, akan tetapi harus memindah / mengambil debu yang lain.
Rukun yang kedua dan ketiga adalah mengusap wajah dan mengusap kedua tangan beserta kedua siku.
Dalam sebagian redaksi matan menggunakan bahasa “hingga kedua siku”.Mengusap kedua bagian ini (wajah & kedua tangan) dengan dua pukulan pada debu.
Seandainya ia meletakkan tangannya ke debu yang lembut kemudian ada debu yang menempel pada tangannya tanpa memukulkan tangan, maka sudah dianggap cukup.Rukun yang ke empat adalah tertib.
Maka wajib mendahulukan mengusap wajah sebelum mengusap kedua tangan, baik tayammum untuk hadats kecil ataupun hadats besar.
Dan seandainya ia meninggalkan tertib, maka tayammumnya tidak sah.Adapun mengambil debu untuk mengusap wajah dan kedua tangan, maka tidak disyaratkan harus tertib.
Dan seandainya ia memukulkan tangan satu kali ke debu dan mengusap wajahnya dengan tangan kanan, dan mengusap tangan kanannya dengan tangan kirinya, maka hal itu diperkenankan.
Kesunahan-Kesunahan Tayammum
(وَسُنَنُهُ) أَيِ التَّيَمُّمِ (ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ ثَلَاثُ خِصَالٍ (التَّسْمِيَّةُ وَتَقْدِيْمُ الْيُمْنَى) مِنَ الْيَدَّيْنِ (عَلَى الْيُسْرَى) مِنْهُمَا وَتَقْدِيْمُ أَعْلَى الْوَجْهِ عَلَى أَسْفَلِهِ (وَالْمُوَالَّاةُ) وَسَبَقَ مَعْنَاهَا فِي الْوُضُوْءِ وَبَقِيَ لِلتَّيَمُّمِ سُنَنٌ أُخْرَى مَذْكُوْرَةٌ فِي الْمُطَوَّلَاتِ مِنْهَا نَزْعُ المُتَيَمِّمِ خَاتَمَهُ فِي الضَّرْبَةِ الْأُوْلَى أَمَّا الثَّانِيَةُ فَيَجِبُ نَزْعُ الْخَاتَمِ فِيْهَا.
Kesunahan tayammum ada tiga perkara.
Dalam sebagian redaksi matan, menggunkan bahasa “tiga khishal”.
Yaitu membaca basmalah, mendahulukan bagian kanan dari kedua tangan sebelum bagian kiri dari keduanya, dan mendahulukan wajah bagian atas sebelum wajah bagian bawah.
Dan muwallah. Maknanya telah dijelaskan di dalam bab “wudlu’”.
Masih ada beberapa kesunahan-kesunahan tayammum yang disebutkan di dalam kitab-kitab yang diperluas keterangannya.
Di antaranya adalah orang yang tayammum sunnah melepas cincinnya saat memukul debu pertama. Sedangkan untuk pukulan yang kedua, maka wajib melepas cincin.
Posting Komentar